Senin 02 Dec 2019 17:44 WIB

KTT Dewan Kerja Sama Teluk Digelar di Saudi

KTT digelar di tengah perselisihan Qatar, Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
 KTT Dewan Kerja Sama Teluk (GCC).
Foto: AP Photo/Hasan Jamali
KTT Dewan Kerja Sama Teluk (GCC).

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) ke-40 akan digelar di Riyadh, Arab Saudi pada 10 Desember mendatang. KTT itu dihelat saat perselisihan antara Qatar dan Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain serta Mesir belum terselesaikan.

Sekretaris Jenderal GCC Abdulateef bin Rashid Al Zayani mengungkapkan dalam KTT nanti para pemimpin dan perwakilan negara anggota akan membahas sejumlah isu, seperti politik, pertahanan, ekonomi, dan sosial. Hal itu dinilai penting untuk memperkuat kemajuan GCC.

Baca Juga

"Mereka juga akan meninjau perkembangan politik regional dan internasional serta situasi keamanan di kawasan tersebut serta dampaknya pada keamanan dan stabilitas negara-neara GCC," ujar Al Zayani pada Ahad (1/12), dikutip Aljazirah.

KTT GCC ke-40 sebenarnya hendak dihelat di UEA. Namun, tak ada penjelasan dari pejabat GCC mengapa tempat perhelatannya dipindah ke Riyadh.

Tahun lalu, Saudi juga menjadi tuan rumah KTT GCC. Konferensi berakhir tanpa menghasilkan terobosan untuk menyelesaikan krisis diplomatik dengan Qatar.

Pada akhir Oktober lalu, Emir Kuwait Sheikh Sabah al-Ahmad al-Jaber al-Sabah menyerukan agar sengketa diplomatik dengan Qatar segera diakhiri. Menurut Sheikh Sabah, perselisihan antara negara-negara tersebut sangat melemahkan persatuan GCC yang beranggotakan Qatar, UEA, Saudi, Oman, Kuwait, dan Bahrain.

“Sangat penting untuk menarik perhatian Anda pada kerusuhan yang melanda wilayah kita yang menimbulkan ancaman dan dampak besar, tidak hanya pada stabilitas dan keamanan kita, tapi juga generasi mendatang,” kata Sheikh Sabah.

Dia mengaku tak dapat menerima perselisihan yang sedang berlangsung di antara negara-negara GCC. “Ini telah melemahkan kemampuan kita dan merusak keuntungan kita,” ujarnya.

Krisis Teluk terjadi pada Juni 2017, yakni ketika Saudi dan sekutunya menuding Qatar mendukung kegiatan terorisme serta ekstremisme di kawasan. Saudi, Mesir, Bahrain, dan UEA kemudian memutuskan hubungan diplomatik dengan Doha. Mereka juga memboikot negara tersebut.

Keempat negara mengajukan 12 tuntutan jika Qatar ingin memulihkan hubungannya. Tuntutan itu antara lain meminta Qatar memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran dan menutup media Aljazirah.

Qatar membantah tudingan yang dilayangkan oleh keempat negara tersebut. Ia pun menolak memenuhi tuntutan Saudi dan sekutunya karena dianggap tak masuk akal.

Amerika Serikat (AS), termasuk Kuwait, telah berupaya memediasi dan mendamaikan negara-negara terkait. Namun usaha tersebut tak membuahkan hasil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement