Selasa 03 Dec 2019 18:21 WIB

AS Desak Irak Selidiki Kekerasan Terhadap Demonstran

Kerusuhan di Nassiriya, Irak setidaknya menyebabkan 29 orang tewas

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Kerusuhan di Nassiriya, Irak  setidaknya menyebabkan 29 orang tewas. (Ilustrasi)
Foto: Khalid Mohammed/AP Photo
Kerusuhan di Nassiriya, Irak setidaknya menyebabkan 29 orang tewas. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mendesak Pemerintah Irak menyelidiki aksi kekerasan terhadap massa pengunjuk rasa di Nassiriya. Kerusuhan di sana setidaknya menyebabkan 29 orang tewas.

AS mengatakan banyaknya korban jiwa dalam aksi demonstrasi di Nassiriya mengejutkan sekaligus mengerikan. Pasukan keamanan Irak menembaki para demonstran yang memblokir sebuah jembatan dan kemudian berkumpul di luar kantor polisi di sana.

Baca Juga

"Kami menyerukan Pemerintah Irak menghormati hak-hak rakyat Irak dan mendesak pemerintah menyelidiki serta meminta pertanggungjawaban mereka yang berupaya secara brutal membungkam para pemrotes damai," kata Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk urusan Timur Dekat David Schenker pada Senin (2/12).

Akhir pekan lalu parlemen Irak telah menyetujui pengunduran diri Perdana Menteri Adel Abdul-Mahdi. Kini Presiden Irak Barham Saleh akan meminta blok politik terbesar di parlemen untuk mengusulkan kandidat calon perdana menteri baru.

Abdul-Mahdi mengisyaratkan tak menyesal mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Menurutnya hal itu menunjukkan tak ada lagi kediktatoran di negaranya.

"Ini adalah hal yang positif. Ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi kediktatoran. Pemerintah mengundurkan diri dan ini adalah bagaimana otoritas di negara-negara demokratis," kata Abdul-Mahdi dalam pertemuan kabinet pada Sabtu (30/11) malam.

Dia berharap keputusannya dapat segera menghentikan gelombang demonstrasi yang terjadi di negaranya sejak Oktober. Aksi demonstrasi di Irak pecah pada 1 Oktober lalu.

Masyarakat turun ke jalan untuk memprotes permasalahan yang mereka hadapi seperti meningkatnya pengangguran, akses terhadap layanan dasar, termasuk air dan listrik, yang terbatas serta masifnya praktik korupsi di tubuh pemerintahan. Mereka mendesak Abdul-Mahdi mundur dari jabatannya sebagai perdana menteri.

Meski sempat jeda selama tiga pekan, aksi demonstrasi masih terjadi secara sporadis di beberapa daerah di Irak. Lebih dari 400 orang dilaporkan tewas selama unjuk rasa berlangsung sejak Oktober lalu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement