REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Mevlut Cavusoglu berulang kali mengungkapkan ancaman balasa terhadap sanksi Amerika Serikat (AS) kepada Turki atas pembelian sistem pertahanan rudal Rusia oleh Ankara.
Berbicara di sebuah konferensi di ibu kota Qatar, Doha, Cavusoglu menegaskan kembali pendirian Turki dalam perjanjiannya dengan Rusia.
"Sanksi dan bahasa yang mengancam tidak akan berhasil. Tetapi jika sanksi diberikan, Turki harus membalas," ujar Cavusoglu dilansir Aljazirah, Ahad.
Seperti diketahui, sekutu NATO, Turki dan AS berselisih soal pembelian sistem canggih pertahanan yang disebut tidak kompatibel dengan pertahanan NATO. AS menilai langkah Turki merupakan ancaman bagi jet tempur siluman F-35 miliknya.
Pekan ini, para legislator AS mendukung untuk menjatuhkan sanksi pada Turki atas kesepakatan pembelian rudal Rusia S-400. Sanksi juga akan dijatuhkan terkait operasi militer Turki baru-baru ini di Suriah utara. Langkah dewan AS mendapat kecaman dari Turki.
Pemerintahan Trump sejauh ini belum mengenakan sanksi meskipun presiden pada 2017 menandatangani undang-undang sanksi yang mengamanatkan hukuman keuangan bagi negara-negara yang melakukan bisnis dengan militer Rusia.
Di tengah hubungan bilateral yang tegang ini, Washington telah menangguhkan Ankara dari program pembelian jet tempur F-35 AS. Turki adalah produsen dan pembeli jet tersebut. Hal itu dilakukan karena Turki membeli sistem Rusia.
Kendati demikian, Cavusoglu mengatakan bahwa pembelian yang merupakam langkah pertama antara anggota NATO dan Rusia, adalah suatu keharusan. "Kami sangat putus asa untuk sistem pertahanan udara. Kami mencoba untuk mendapatkannya dari AS dan lainnya, tetapi tidak berhasil. Ini adalah sistem pertahanan yang sangat penting bagi kami," kata dia.
Kemarahan politisi AS terhadap Turki semakin dalam setelah Ankara pada Oktober meluncurkan operasi militernya melawan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi. Kurdi telah membantu pasukan AS memerangi kelompok bersenjata ISIS.