Kamis 16 Jan 2020 09:23 WIB

Kondisi Pengungsi Erupsi Gunung Filipina Memprihatinkan

Kehidupan para pengungsi di Filipina selanjutnya dalam ketidakpastian.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Letusan Gunung Taal tampak dari kota Talisai, Provinsi Batangas, Filipina, Senin (13/1)
Foto: Eloisa Lopez/Reuters
Letusan Gunung Taal tampak dari kota Talisai, Provinsi Batangas, Filipina, Senin (13/1)

REPUBLIKA.CO.ID, BATANGAS -- Pria berusia 82 tahun bernama Uro Masambeque harus mengungsi dari serbuan abu vulkanis gunung berapi di Taal Volcano Island. Kehidupannya menjadi tidak pasti karena tidak tahu harus berapa lama bertahan di penampungan darurat.

Masambeque adalah satu di antara ratusan orang yang mengisi tempat penampungan darurat di ruang kelas Universitas Politeknik Filipina di Batangas. Dia menderita Alzheimer dan sulit bergerak sendiri.

Baca Juga

Sebelum berbaring di lantai untuk tidur siang bersama istrinya yang berusia 80 tahun bernama Lucy dan putrinya Rhodora, dia harus dibantu dalam berpindah agar bisa mengistirahatkan diri. "Sangat sulit bagi kita di sini, terutama dia. Dia membutuhkan popok dewasa dan vitamin," kata Rhodora, dikutip dari Aljazirah.

Dengan begitu banyak ketidakpastian atas gunung berapi, tidak jelas kapan mereka bisa kembali ke rumah. Terlebih lagi, ketika bencana alam telah berakhir, mereka pun dibayang-bayangi dengan kehilangan segala harta benda yang ada.

"Banyak orang tidak akan memiliki apa-apa untuk kembali setelah ini. Kami tidak yakin jenis bantuan apa yang dapat kami berikan kepada mereka dalam kasus perpindahan yang berkepanjangan," kata kepala desa di Alitagtag Junn Mertola.

Alitagtag, salah satu daerah di mana pemerintah memberlakukan evakuasi paksa pada Selasa (14/1). Lebih dari 700 orang yang hidup sementara di Batangas karena proses evakuasi.

"Mungkin pemerintah daerah dapat membantu selama sebulan. Lebih dari itu, kita benar-benar perlu meminta dukungan sektor swasta," kata Mertola.

Wali Kota Santo Tomas Edna Sanchez mengatakan, bangunan kampus yang digunakan untuk tempat hidup akibat evakuasi ini pun sebelumnya digunakan selama Topan Tisoy (Kammuri) pada awal Desember tahun lalu. Meski sudah sering menjadi tempat pengungsian, bangunan itu memiliki peralatan yang minim.

Pengungsi mengklaim sudut atau tambalan kecil di lantai untuk meletakkan kardus ditutupi dengan tikar atau seprai tipis. Hanya ada empat toilet untuk semua pengungsi dan pancuran harus dibawa keluar di dekat tangki air gedung.

"Kami harus memprioritaskan pembelian truk dan peralatan penyelamatan. Prioritas kami berikutnya adalah membeli barang-barang lain seperti tempat tidur," kata Sanchez.

Dengan bencana alam yang datang bergantian, Departemen Dalam Negeri dan Sekretaris Pemerintah Daerah Eduardo Ano meminta masyarakat untuk ikut menyumbangkan air minum bersih, makanan, obat-obatan darurat dan hal-hal penting lainnya kepada para pengungsi. Pemerintah pusat menerima sumbangan yang bisa disalurkan melalui pemerintah daerah atau departemen kesejahteraan sosial.

Atas permintaan itu, warga Filipina pun mengkritik Ano. Dia dinilai menyerahkan tanggung jawab pemerintah kepada warga negara. Beberapa menunjukkan bahwa Dana Bencana dipotong oleh P11BN dalam anggaran tahun lalu. Padahal, dana tersebut dirancang untuk digunakan untuk bantuan bencana dan perbaikan segera. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement