Rabu 17 Jun 2020 16:22 WIB

Bentrokan Tentara India-China Mematikan Meski Tanpa Tembakan

Berdasarkan perjanjian bilateral, tentara India-China dilarang memakai senjata api

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Perbatasan China dan India.
Foto: americaninterest
Perbatasan China dan India.

REPUBLIKA.CO.ID, LADAKH -- India dan China saling menyalahkan dalam bentokan mematikan terbaru yang terjadi Senin (16/6) malam waktu setempat. Selama empat dekade keduanya berselisih tetapi relatif tenang terkait perebutan wilayah di jalur pegunungan Himalaya.

Dalam insiden terbaru, korban tewas berada di kedua pihak yaitu 20 tentara India dan sekurangnya 45 tentara China. Kedua belah pihak saling menuduh memprovokasi pertempuran. Para tentara dilaporkan terlibat baku hantam menggunakan tongkat besi, batu, dan tongkat bambu yang dipenuhi paku dalam konfrontasi malam hari di wilayah Ladakh.

Baca Juga

Pertempuran itu terjadi di medan terjal berbatu dari Lembah Galwan yang secara strategis penting. Lembah itu terletak di antara Tibet di China, dan Ladakh, di India.

Tidak ada tembakan senjata api yang dilaporkan. Kedua pihak bersikeras mengatakan bahwa tidak ada peluru yang ditembakkan dalam empat dekade. Tentara India mengklaim hal serupa bahwa tidak ada tembakan yang ditembakkan dalam pertempuran terbaru tersebut.

Tentara India mengatakan, bahwa kedua belah pihak mengalami dampak pahit konfrontasi dengan beberapa anggota tentara dan pasukan terbunuh. Pernyataan India, dikutip BBC mencatat, bahwa tentara yang terluka terkena suhu di bawah nol di dataran tinggi. Itu adalah bentrokan mematikan pertama antara kedua pihak di wilayah perbatasan, di wilayah Kashmir yang disengketakan, dalam setidaknya 45 tahun.

Media India mengatakan, tentara terlibat dalam pertempuran langsung. Beberapa personel dipukuli hingga mati. Selama perkelahian, sebuah surat kabar India melaporkan, tentara jatuh atau didorong ke sungai.

Tentara India awalnya mengatakan seorang kolonel dan dua tentara tewas dalam bentrokan itu. Kemudian dikatakan bahwa 17 tentara India yang terluka kritis dalam menjalankan tugas dan meninggal karena luka-luka mereka, sehingga menjadikan total yang tewas dalam bentrokan menjadi 20 orang.

Juru bicara kementerian luar negeri India Anurag Srivastava mengatakan bentrokan itu muncul dari upaya pihak China untuk secara sepihak mengubah status quo di perbatasan. Namun, Beijing menuduh pasukan India menyerang personel China. Dalam laporannya, kedua pasukan kemudian mengadakan pembicaraan untuk meredakan ketegangan.

Perdana Menteri India Narendra Modi belum secara terbuka membahas masalah itu. Namun, Menteri Pertahanannya, Rajnath Singh mengomentari insiden tersebut melalui cicitan di Twitter resminya.

"Hilangnya tentara di Galwan sangat mengganggu dan menyakitkan. Tentara kami menunjukkan keberanian dan keberanian yang patut dicontoh dalam menjalankan tugas dan mengorbankan hidup mereka dalam tradisi tertinggi Angkatan Darat India," ujar Singh dikutip BBC, Rabu (17/6).

Pertempuran di perbatasan di Ladakh tersebut adalah yang terburuk dalam hampir setengah abad. Itu bukan pertama kalinya kedua negara bertetangga nuklir itu bertempur tanpa senjata api konvensional di perbatasan. India dan China memiliki sejarah saling berhadapan dan klaim teritorial yang tumpang tindih sepanjang lebih dari 3.440 km (2.100 mil), Line of Actual Control (LAC) yang ditarik dengan buruk memisahkan kedua belah pihak. Patroli perbatasan sering bertabrakan satu sama lain, dan tak ayal menghasilkan pertempuran sesekali meski tidak ada peluru yang ditembakkan dalam empat dekade ini.

Tidak ada senjata itu berakar dari perjanjian bilateral 1996 yang mengatakan, tidak ada pihak yang akan menembak dan melakukan operasi senjata api atau berburu dengan senjata atau bahan peledak dalam jarak dua kilometer dari LAC.

Kedua negara mengirimkan patroli yang sering terlibat dalam pertikaian fisik. Bulan lalu belasan tentara India dan China saling melempar pukulan fisik dalam bentrokan di perbatasan bersama di negara bagian Sikkim. Tujuh tentara China dan empat tentara India terluka. Ketika keadaan menjadi lebih buruk, kedua belah pihak akhirnya berkelahi dengan senjata darurat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement