REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON - Selandia Baru menangguhkan perjanjian ekstradisinya dengan Hong Kong dan membuat sejumlah perubahan lain setelah keputusan China mengesahkan undang-undang keamanan nasional untuk wilayah itu. Keterangan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Winston Peters pada Selasa.
"Selandia Baru tak dapat lagi mempercayai bahwa sistem hukum kriminal Hong Kong cukup independen dari China," kata Peters dalam satu pernyataan.
"Jika China di masa depan memperlihatkan kepatuhannya pada konsep satu negara dua sistem maka kami akan mempertimbangkan kembali keputusan ini," imbuhnya.
Beijing memberlakukan legislasi baru pada bekas koloni Inggris itu pada awal bulan ini meskipun diprotes warga Hong Kong dan negara-negara Barat, menjadikan pusat keuangan itu di jalur yang lebih otoriter.
Australia, Kanada, dan Inggris semuanya menangguhkan perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong awal bulan ini. Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakhiri perjanjian ekonomi yang memberikan perlakuan istimewa kepada Hong Kong.
Peters mengatakan Selandia Baru memperlakukan ekspor teknologi, barang-barang untuk tujuan damai, dan militer pada Hong Kong sama seperti cara Selandia Baru memperlakukan ekspor barang-barang tersebut ke China sebagai bagian dari peninjauan kembali atas hubungannya secara menyeluruh dengan Hong Kong.
Peringatan perjalanan dimutakhirkan untuk membuat waspada warga Selandia Baru atas risiko yang ditimbulkan oleh kehadiran undang-undang keamanan baru itu, katanya. China merupakan mitra dagang terbesar Selandia Baru. Perdagangan dua arah tahunan belakangan ini melewati angka 21 miliar dolar (setara Rp 315 triliun).
Ikatan Selandia Baru dengan China belakangan ini renggang setelah negara di kawasan Pasifik itu mendukung partisipasi Taiwan pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).