Selasa 04 Aug 2020 15:37 WIB

Suu Kyi Maju untuk Periode Kedua

Reputasi internasional Suu Kyi merosot karena perlakuan terhadap Muslim Rohingya

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi.
Foto: EPA
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi secara resmi menyatakan niat mencalonkan kembali untuk masa jabatan kedua dalam pemilihan pada November, Selasa (4/8). Pengumumam maju kembali dipandang sebagai ujian bagi reformasi demokratis sementara negara Asia Tenggara itu.

Pada Selasa, Suu Kyi yang berusia 75 tahun melambaikan tangan kepada kerumunan pendukungnya di pinggiran bekas ibu kota negara, Yangon untuk mengajukan aplikasi pencalonan diri sebagai kandidat. Beberapa pendukungnya mengenakan masker berwarna merah yang menunjukkan dukungan mereka untuk partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan berteriak, "Bunda Suu, sehatlah."

Setelah puluhan tahun berkuasa di militer, Suu Kyi yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian karena berkampanye untuk demokrasi, mengambil kendali pemerintahan Myanmar pada 2016 setelah pemilihan umum yang gagal.  Namun ia terpaksa berbagi kekuasaan dengan para jenderal.

Reputasi internasionalnya merosot karena perlakuan Myanmar terhadap Muslim Rohingya. Di luar, citranya tidak dihargai oleh tuduhan keterlibatan dalam kekejaman terhadap minoritas. Namun demikian, dia tetap populer di dalam negeri.

Pada 2017, tindakan keras pimpinan militer di Myanmar mengakibatkan lebih dari 730 ribu Muslim Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh. Mereka berlindung di kamp-kamp pengungsi. PBB menyimpulkan bahwa kampanye militer telah dieksekusi dengan "niat genosidal".

Pada Januari tahun ini, Suu Kyi mengakui bahwa kejahatan perang mungkin dilakukan terhadap Rohingya, tetapi dia tetap membantah adanya genosida. Dia mengatakan para pengungsi terlalu berlebih-lebihan membuat cerita.

Pemerintahan Suu Kyi juga belum selesai dalam pembicaraan damai dengan kelompok-kelompok bersenjata etnis. Sementara ekonomi Myanmar mengalami kesulitan menghadapi tekanan baru dari pandemi Covid-19.

Partai Solidaritas dan Pembangunan Union (USDP), yang didominasi oleh militer dan pensiunan pegawai negeri, akan menjadi lawan utama NLD.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement