REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Petugas penyelamat menggali puing-puing untuk mencari korban selamat pada Rabu (5/8), menyusul ledakan gudang penyimpanan di Beirut, Lebanon. Ledakan ini menewaskan sedikitnya 100 orang dan melukai 4.000 lainnya.
Kepala Palang Merah Lebanon George Kettani mengatakan sedikitnya 100 orang telah terbunuh. "Kami masih memeriksa wilayah. Masih mungkin ada korban. Saya harap tidak," kata dia.
Dahsyatnya ledakan hingga melemparkan korban ke laut dan tim penyelamat masih berusaha untuk menemukan jasad. Banyak di antara mereka yang terbunuh adalah karyawan pelabuhan dan bea cukai, serta orang-orang yang bekerja di daerah tersebut atau mengemudi selama jam sibuk. "Palang Merah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan akan mendirikan rumah mayat karena rumah sakit kewalahan," kata Kettani.
Fasad bangunan-bangunan di pusat Beirut hancur, perabotan berserakan di jalan-jalan dan jalanan dipenuhi kaca dan puing-puing. Mobil di dekat pelabuhan terbalik. Orang-orang berjalan dengan perasaan terkejut, dengan helikopter di atas kepala dan tim mencari korban yang hilang di laut.
"Ini adalah pukulan mematikan bagi Beirut, kami adalah zona bencana. Bangunan saya bergetar, saya pikir itu adalah gempa bumi," kata Bilal, seorang pria berusia sekitar 60 tahun, di daerah pusat kota.
Seperti yang lain, dia menyalahkan para politisi. "Kami sudah mengalami krisis ekonomi keuangan, orang-orang lapar dan, pencuri dan penjarah ini, akankah mereka mengganti kerugiannya? Siapa yang akan menggantikan mereka yang kehilangan orang yang mereka cintai," ujar dia.
Hassan Zaiter (32) seorang manajer di Hotel Le Gray yang rusak parah di pusat kota Beirut, mengatakan bahwa ledakan ini menandakan keruntuhan Lebanon. "Saya benar-benar menyalahkan kelas penguasa," kata Zaiter.
Bagi banyak orang, ledakan itu adalah pengingat mengerikan dari perang saudara 1975-1990 yang mengguncang negara dan menghancurkan petak-petak Beirut. Rekonstruksi pasca-perang dan korupsi politik membuat Lebanon dililit utang besar.
"Dengan ledakan ini mereka membawa kami kembali ke tahun-tahun perang. Para pemimpin kami dalam keadaan koma," kata Ali Abdulwahed (46), seorang manajer di sebuah restoran di sebelah parlemen.
Para pejabat mengatakan jumlah korban diperkirakan akan meningkat setelah ledakan di gudang-gudang pelabuhan yang menyimpan bahan-bahan yang sangat eksplosif.
Ledakan itu adalah yang paling kuat yang pernah terjadi di Beirut, sebuah kota yang masih dilanda perang saudara tiga dekade lalu dan terhuyung-huyung akibat krisis ekonomi dan gelombang infeksi virus Corona.
Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan 2.750 ton amonium nitrat yang digunakan dalam pupuk dan bom, telah disimpan selama enam tahun di pelabuhan tanpa langkah-langkah keamanan. Dia menyebutnya "tidak dapat diterima".
Sumber resmi yang berkaitan dengan penyelidikan awal menyebut insiden itu disebabkan kelalaian. Orang-orang Lebanon biasa mengarahkan kemarahan kepada para politisi yang telah mengawasi selama beberapa dekade korupsi negara dan pemerintahan yang buruk yang menjerumuskan bangsa ke dalam krisis keuangan.
Perdana Menteri Hassan Diab menjanjikan pertanggungjawaban atas ledakan di "gudang berbahaya" itu dan menambahkan "mereka yang bertanggung jawab akan membayar harganya".
Awal ledakan
Para pejabat tidak mengatakan apa yang menyebabkan kobaran api yang memicu ledakan itu. Sebuah sumber keamanan dan media mengatakan api dimulai dengan pekerjaan pengelasan yang dilakukan di sebuah lubang di gudang.
Ledakan itu terdengar sejauh Siprus, sebuah pulau Mediterania sekitar 160 kilometer di seberang lautan dari Beirut.
Distrik pelabuhan dibiarkan berantakan, melumpuhkan rute utama negara untuk impor yang dibutuhkan untuk memberi makan negara lebih dari 6 juta orang. Lebanon telah berjuang untuk menampung dan memberi makan ratusan ribu pengungsi dari Suriah.
"Ledakan itu melemparkan saya beberapa meter jauhnya. Saya dalam keadaan linglung dan semuanya berlumuran darah. Ini membawa kembali ingatan ke ledakan lain yang saya saksikan terhadap kedutaan AS pada 1983," kata Huda Baroudi, seorang desainer Beirut.
Kedutaan AS di Beirut, yang pindah ke bagian lain kota setelah serangan 1983, memperingatkan warga tentang laporan gas beracun yang dilepaskan oleh ledakan itu, mendesak orang-orang untuk tetap tinggal di dalam ruangan, dan mengenakan masker.
Rekaman ledakan yang diunggah di media sosial menunjukkan kolom asap naik dari pelabuhan, dan diikuti oleh ledakan besar, mengirimkan awan berbentuk jamur putih dan bola api ke langit.
Mereka yang merekam insiden dari blok menara sejauh 2 kilometer dari pelabuhan terlempar ke belakang oleh gelombang kejut.