REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron telah bertolak ke Beirut, Lebanon, pada Kamis (6/8). Dia menjadi pemimpin pertama dunia yang mengunjungi negara tersebut pasca-ledakan hebat mengguncang ibu kota.
Dilaporkan laman Arab News, Macron diperkirakan mendarat di Beirut pada pukul 12.00 waktu setempat. Setelah tiba, dia akan bertemu dengan Presiden Michel Aoun dan Perdana Menteri Hassan Diab. Macron akan berusaha menggalang bantuan mendesak untuk Lebanon. "Untuk Presiden, ini adalah tentang menunjukkan bahwa Prancis ada, itulah perannya, dan bahwa dia percaya pada Lebanon," kata Istana Elysee dalam sebuah pernyataan.
Pada Rabu (5/8), Prancis mengirim tiga pesawat ke Beirut yang dilengkapi dengan regu penyelamat, peralatan medis, dan klinik keliling. Dua pesawat militer meninggalkan bandara Charles de Gaulle di luar Paris dengan 55 personel SAR dan 25 ton persediaan medis.
Pesawat ketiga, disediakan oleh kepala eksekutif raksasa perkapalan CMA-CGM Rodolph Saade yang berasal dari Lebanon. Pesawat itu lepas landas dari Marseille dengan peralatan medis dan tim medis beranggotakan sembilan orang.
Tim evakuasi dan penyelamat Lebanon masih terus melakukan pencarian jenazah serta warga yang hilang pasca-ledakan mengguncang Beirut. Hingga Rabu, sedikitnya 135 orang telah dilaporkan tewas dan puluhan lainnya masih dinyatakan hilang. Sementara korban luka mencapai lima ribuan.
Ledakan di Beirut berasal dari sebuah gudang yang berlokasi di dekat pelabuhan. Menurut Michel Aoun, gudang itu menyimpan 2.750 ton amonium nitrat, bahan kimia yang digunakan untuk memproduksi pupuk dan bahan peledak.
Aoun menyebut amonium nitrat telah berada di gudang tersebut selama enam tahun. Tak ada langkah pengamanan yang diterapkan setelah bahan kimia itu disita. Sumber resmi yang mengetahui investigasi awal menyalahkan insiden ledakan sebagai kelambanan dan kelalaian. Dia mengatakan tidak ada yang dilakukan oleh komite dan hakim yang terlibat dalam masalah itu untuk memerintahkan pemusnahan atau pelenyapan amonium nitrat tersebut.
Menurut sumber-sumber di kementerian, kabinet memerintahkan pejabat pelabuhan yang terlibat dalam menyimpan atau menjaga amonium nitrat di gudang sejak 2014 untuk dimasukkan ke dalam tahanan rumah. Kabinet pun telah mengumumkan keadaan darurat selama dua pekan di Beirut.