REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron dijadwalkan menggelar konferensi donor virtual yang didukung PBB untuk menggalang dana bantuan bagi Lebanon pada Ahad (9/8). Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan para pemimpin politik lainnya akan turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Menurut seorang asisten Macron, bantuan darurat dibutuhkan untuk rekonstruksi, bahan makanan, peralatan medis, dan pembangunan sekolah serta rumah sakit. Namun, dia menolak mengungkap berapa target dana yang dihimpun Macron.
Selain Donald Trump, perwakilan dari Inggris, Uni Eropa, China, Rusia, Mesir, dan Yordania diharapkan turut bergabung dalam konferensi tersebut. Pada Kamis (6/8) lalu, Macron telah mengunjungi Lebanon. Dia menjadi pemimpin dunia pertama yang mengunjungi negara tersebut pasca-ledakan Beirut.
Dalam kunjungan itu, Macron menegaskan bahwa bantuan kemanusiaan akan datang. "Saya jamin bantuan (rekonstruksi) ini tidak akan sampai ke tangan koruptor," ujar Macron kepada kerumunan massa yang menyambutnya.
Ribuan warga Lebanon melakukan demonstrasi menuntut perubahan rezim pada Sabtu (8/8). Unjuk rasa itu merupakan buntut dari peristiwa ledakan yang mengguncang Beirut pada Selasa (4/8) lalu. Sekitar 10 ribu orang berkumpul di Martyrs Square sambil meneriakkan slogan anti-pemerintah. Para demonstran menuntut para politisi mengundurkan diri dan dihukum karena kelalaian mereka menyebabkan terjadinya ledakan di Beirut.
“Kami tinggal di sini. Kami menyerukan rakyat Lebanon untuk menduduki semua kementerian,” kata seorang orator. Sekelompok massa kemudian bergerak ke Kementerian Luar Negeri Lebanon. Mereka membakar foto Presiden Michel Aoun.
Para pengunjuk rasa pun merangsek gedung kementerian ekonomi dan energi Lebanon. “Rakyat menginginkan jatuhnya rezim,” kata massa bersorak. Saat menerikkan kata-kata demikian, mereka pun mengusung poster bertuliskan “Pergi, kalian semua pembunuh”.
Dalam aksinya, massa pun meminta agar negara-negara tak memberikan bantuan kepada Lebanon menyusul ledakan di Beirut. “Kami tidak ingin pemerintah mana pun membantu kami. Uang akan masuk ke kantong para pemimpin kita,” ujar demonstran bernama Mahmoud Rifai.
Ledakan di Beirut berasal dari sebuah gudang berisi 2.750 ton amonium nitrat, bahan kimia yang digunakan untuk memproduksi pupuk dan bahan peledak. Presiden Lebanon Michel Aoun menyebut amonium nitrat telah berada di gudang tersebut selama enam tahun. Tak ada langkah pengamanan yang diterapkan setelah bahan kimia itu disita. Pemerintah telah berjanji menyelidiki masalah itu dan menyeret para pihak yang bertanggung jawab. Ledakan di Beirut menyebabkan 158 orang tewas dan lebih dari 6.000 lainnya terluka.