REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- AS telah menangguhkan atau mengakhiri tiga perjanjian bilateral dengan Hong Kong pada Rabu (19/8). Langkah ini dijalankan menyusul pemberlakuan China atas undang-undang keamanan nasional yang diterapkan di Hong Kong
Perjanjian yang berakhir itu mengikuti perintah Presiden AS, Donald Trump, bulan lalu untuk mengakhiri status khusus Hong Kong di bawah hukum AS. Langkah tersebut dianggap sebagai sanksi terhadap Cina atas tindakan penindasan terhadap bekas koloni Inggris itu.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan, perjanjian yang berakhir mencakup penyerahan pelanggar buronan, pemindahan terpidana, dan pembebasan pajak timbal balik atas pendapatan yang diperoleh dari operasi kapal internasional.
"Langkah-langkah ini menggarisbawahi keprihatinan kami yang mendalam terkait keputusan Beijing untuk memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional, yang telah menghancurkan kebebasan rakyat Hong Kong,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri, Morgan Ortagus.
Trump menandatangani perintah eksekutif bulan lalu yang mengakhiri perlakuan ekonomi preferensial untuk kota itu. Undang-undang yang dipermasalahkan menghukum apa pun yang dianggap China sebagai pemisahan diri, subversi, terorisme atau kolusi dengan pasukan asing hingga hukuman seumur hidup di penjara.
Penerapan peraturan itu telah menuai kritik dari negara-negara Barat, termasuk AS. Mereka khawatir undang-undang tersebut akan mengakhiri kebebasan yang dijanjikan ketika bekas koloni Inggris itu kembali ke pemerintahan China pada 1997.
Para analis mengatakan hubungan AS-China telah memburuk ke level terburuk dalam beberapa dekade. Washington bulan ini memberlakukan sanksi terhadap pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, dan mantan pejabat Hong Kong dan daratan lainnya saat ini.
Mereka dituduh Washington membatasi kebebasan politik di pusat keuangan itu. Selain itu, Washington juga mewajibkan barang-barang yang dibuat di bekas koloni Inggris untuk diekspor ke AS diberi label buatan Cina setelah 25 September.