REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi menegaskan tidak akan mengikuti jejak Uni Emirat Arab (UEA) dalam membangun hubungan diplomatik dengan Israel. Saudi mengatakan tidak akan sepakat memiliki hubungan kerja sama dengan Israel sampai telah menandatangani perjanjian perdamaian yang diakui secara internasional dengan Palestina.
Pekan lalu, UEA menjadi negara Teluk pertama yang menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Kesepakatan itu ditengahi oleh Amerika Serikat (AS) yang meningkatkan prospek kesepakatan serupa dengan negara-negara Arab lainnya termasuk Arab Saudi.
Namun demikian, setelah berhari-hari diam dan menghadapi tekanan AS untuk mengumumkan kesepakatan serupa, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan mengesampingkan kemungkinan itu sampai masalah Palestina diselesaikan.
"Perdamaian harus dicapai dengan Palestina berdasarkan perjanjian internasional sebagai prasyarat untuk normalisasi hubungan," ujar Pangeran Faisal selama kunjungan ke Berlin dikutip laman Aljazirah, Kamis (20/8).
"Setelah itu tercapai, semuanya mungkin," ujarnya menambahkan dalam komentar yang sejalan dengan sikap Arab Saudi sebelumnya tentang masalah tersebut.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan, AS mengharapkan Saudi untuk bergabung dengan perjanjian yang diumumkan pekan lalu oleh Israel dan UEA untuk menormalkan hubungan diplomatik dan menjalin hubungan baru yang luas. "Saya setuju," jawab Trump pada Rabu ketika ditanya pada konferensi pers Gedung Putih apakah dia mengharapkan Arab Saudi untuk bergabung.
Di bawah perjanjian dengan UEA yang ditengahi Trump, Israel setuju untuk menangguhkan rencana pencaplokan wilayah Tepi Barat yang diduduki. Perjanjian tersebut juga memperkuat penentangan terhadap kekuatan regional Iran, yang oleh UEA, Israel, dan AS dipandang sebagai ancaman utama di Timur Tengah.
Kendati demikian, Pangeran Faisal mengatakan kerajaan tetap berkomitmen untuk perdamaian dengan Israel berdasarkan Prakarsa Perdamaian Arab 2002. Dia mengulangi kritik terhadap kebijakan sepihak Israel tentang aneksasi dan pembangunan permukiman di Tepi Barat yang diduduki. Dia menyebut itu tidak sah dan merugikan untuk solusi dua negara. Namun dia juga menyuarakan optimisme yang hati-hati atas kesepakatan pekan lalu.
"Upaya apa pun yang dapat menahan ancaman aneksasi bisa dipandang positif," katanya.
Saudi membuat prakarsa 2002 di mana negara-negara Arab menawarkan untuk menormalkan hubungan dengan Israel sebagai imbalan atas kesepakatan kenegaraan dengan Palestina dan penarikan penuh Israel dari wilayah yang direbut pada 1967.
Normalisasi hubungan UEA-Israel menandai ketiga kalinya negara Arab membuka hubungan diplomatik secara penuh dengan Israel. Negara Arab lainnya yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel adalah Mesir dan Yordania. UEA menjadi negara Teluk Arab pertama yang membuka hubungan diplomatik dengan Israel.