Senin 07 Sep 2020 10:06 WIB

Jacob Blake Ungkapkan Rasa Sakitnya Ditembak Polisi

Jacob Blake mengaku sulit bernapas dan tidur.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
 Tangkapan bingkai dari umpan video yang disediakan oleh Pengadilan Wilayah Kenosha menunjukkan Jacob S. Blake menjawab pertanyaan dari tempat tidur rumah sakitnya selama persidangan di Kenosha, Wisconsin, AS, 04 September 2020 (dikeluarkan 05 September 2020). Blake, yang ditembak beberapa kali oleh petugas polisi Kenosha pada tanggal 23 Agustus, ikut serta dalam persidangan atas tuduhan yang diajukan pada Juli 2020 dan tidak terkait dengan penembakan yang menyebabkan protes anti-rasisme yang meluas.
Foto: EPA-EFE/KENOSHA COUNTY COURT HANDOUT
Tangkapan bingkai dari umpan video yang disediakan oleh Pengadilan Wilayah Kenosha menunjukkan Jacob S. Blake menjawab pertanyaan dari tempat tidur rumah sakitnya selama persidangan di Kenosha, Wisconsin, AS, 04 September 2020 (dikeluarkan 05 September 2020). Blake, yang ditembak beberapa kali oleh petugas polisi Kenosha pada tanggal 23 Agustus, ikut serta dalam persidangan atas tuduhan yang diajukan pada Juli 2020 dan tidak terkait dengan penembakan yang menyebabkan protes anti-rasisme yang meluas.

REPUBLIKA.CO.ID, KENOSHA -- Pria kulit hitam yang ditembak oleh petugas polisi kulit putih di Wisconsin bulan lalu, Jacob Blake, akhirnya berbicara di publik untuk pertama kalinya. Dia membagikan kondisi terkini setelah mendapatkan perawatan atas tujuh tembakan di punggungnya.

"Saya mendapat staples di punggung saya, staples di perut sialan saya," kata Blake dalam video yang diunggah oleh pengacaranya, Ben Crump, Sabtu (5/9) malam.

Baca Juga

Video tersebut diunggah di Twitter dengan Blake mengenakan pakaian rumah sakit berwarna hijau. Dia menggambarkan rasa sakit yang harus dirasakan  setelah penembakan yang membuatnya lumpuh dari pinggang ke bawah. "Sungguh menyakitkan untuk bernapas, sakit untuk tidur, sakit untuk berpindah dari satu sisi ke sisi lain, menyakitkan untuk makan," kata Blake.

Penembakan Blake pada 23 Agustus menghidupkan kembali protes atas rasisme dan kebrutalan polisi yang melanda Amerika Serikat (AS). Demonstrasi sebelumnya dipicu setelah pria kulit hitam bernama George Floyd meninggal pada Mei ketika seorang petugas polisi Minneapolis menekan tenggorokannya selama hampir sembilan menit.

Demonstrasi tersebut bertepatan dengan pergolakan yang meluas atas konsekuensi sosial dan ekonomi dari pandemi virus korona. Protes juga telah bergerak ke garis depan kampanye pemilihan presiden, dengan Presiden Donald Trump sekarang fokus pada bidang hukum dan ketertiban dalam upayanya untuk terpilih kembali pada 3 November.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement