REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjadi tuan rumah seremoni penandatanganan normalisasi hubungan antara Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Israel. Peran Trump dalam normalisasi ini dinilai dapat meningkatkan elektabilitasnya untuk mempertahankan kekuasaan dalam pemilihan presiden pada November mendatang.
Kesepakatan normalisasi hubungan antara Israel dengan negara Teluk Arab dapat mendulang suara di antara pemilih evangelis Kristen pro-Israel, yang menjadi bagian penting dari basis politik Trump. Dalam jajak pendapat yang digelar oleh Reuters pada 3-8 September, calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden mengungguli Trump dengan 12 persen.
Jajak pendapat juga menemukan 52 persen pemilih mendukung Biden, sementara 40 persen menyatakan dukungan bagi Trump. Sebanyak tiga persen mengatakan mereka akan memilih kandidat lain dan hanya lima persen mengatakan mereka masih ragu-ragu.
Trump menargetkan Arab Saudi dan Oman sebagai negara Teluk berikutnya yang mengikuti jejak UEA dan Bahrain. Seorang pejabat senior AS mengatakan duta besar Oman hadir dalam seremoni penandatanganan kesepakatan normalisasi di Gedung Putih.
Sementara, tidak ada perwakilan Saudi yang hadir dalam seremoni itu. Sebelum seremoni dimulai, Trump bertemu dengan menteri luar negeri UEA dan menyampaikan apresiasi karena UEA menjadi negara Teluk pertama yang menyetujui normalisasi hubungan dengan Israel.
Dokumen kesepakatan normalisasi Israel dan UEA diberi judul 'Perjanjian Perdamaian, Hubungan Diplomatik, dan Normalisasi Penuh'. Sementara dokumen kesepakatan antara Israel dan Bahrain hanya menyerukan 'hubungan diplomatik secara penuh' dan menghindari istilah normalisasi. Kedua dokumen itu menyerukan penyelesaian konflik Israel-Palestina secara adil, namun secara khusus tidak menyebutkan solusi dua negara.
Berbicara kepada Fox News beberapa jam sebelum upacara, Trump meramalkan Palestina pada akhirnya akan menjalin perdamaian dengan Israel. Trump optimistis kesepakatan normalisasi hubungan UEA dan Bahrain dengan Israel dapat memengaruhi Palestina untuk berdialog dengan Israel.
Palestina menuding Trump bersikap pro-Israel dan mengecam normalisasi hubungan negara Teluk dengan Israel. Palestina dan Israel gagal mencapai kesepakatan dalam dialog yang digelar pada 2014.