Ahad 27 Sep 2020 20:28 WIB

Militer Armenia dan Azerbaijan Perang Sengit di Perbatasan 

Sejumlah korban sipil dilaporkan meninggal dunia akibat perang ini.

Rep: Kamran Dikarma/ Idealisa Masyrafina/ Red: Nashih Nashrullah
Sejumlah korban sipil dilaporkan meninggal dunia akibat perang ini. Ilustrasi perang.
Sejumlah korban sipil dilaporkan meninggal dunia akibat perang ini. Ilustrasi perang.

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU – Pasukan Armenia dan Azerbaijan terlibat pertempuran sengit di wilayah yang dipersengketakan di Nagorno-Karabakh pada Ahad (27/9). Beberapa warga sipil dilaporkan tewas.

Armenia menuding Azerbaijan menyerang permukiman sipil warganya di Nagorno-Karabakh, termasuk kota utama Stepanakert. Secara internasional, Nagorno-Karabakh diakui sebagai bagian dari Azerbaijan, tapi dikontrol pasukan Armenia. 

Baca Juga

Kementerian Pertahanan Armenia mengatakan telah menembak jatuh dua helikopter dan tiga pesawat nirawak (drone) Azerbaijan sebagai respons atas serangan ke Nagorno-Karabakh.

Kementerian Pertahanan Azerbaijan menyebut telah meluncurkan serangan balasan guna menekan aktivitas tempur Armenia dan memastikan keselamatan penduduk. Azerbaijan mengerahkan tank, rudal artileri, penerbangan tempur, dan drone. Dia mengklaim telah menembak jatuh satu helikopter Armenia, tapi awaknya berhasil selamat.

"Ada laporan tentang korban tewas dan terluka di antara warga sipil dan prajurit militer," kata juru bicara Kepresidenan Azerbaijan, Hikmet Hajiyev, dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Aljazirah.

Hal itu pun dikonfirmasi Ombudsman Karabakh Artak Beglaryan. Dia mengatakan terdapat warga sipil yang tewas akibat pertempuran. Darurat militer dan mobilisasi militer telah diumumkan di sana. Menurut seorang juru bicara Kementerian Pertahanan Armenia seorang wanita dan anak Armenia tewas di Nagorno-Karabakh.

Sementara itu, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, mengatakan, mereka yang menggunakan taktik intimidasi terhadap negaranya akan menyesal. Pernyataannya mengacu pada pertempuran Ahad pagi. Dia menegaskan bahwa Azerbaijan akan mempertahankan wilayahnya dan Karabakh merupakan bagian di dalamnya. Aliyev mengungkapkan serangan "fasis" Armenia telah menyebabkan jatuhnya korban jiwa di kalangan sipil dan militer. 

Sementara itu, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengatakan kepada warganya untuk "bersiap-siap membela tanah air suci". Dia juga mengatakan bahwa darurat militer dan mobilisasi militer total diumumkan di Armenia setelah bentrokan.

Dia menambahkan, Azerbaijan telah melancarkan serangan udara dan artileri, tetapi pasukan Armenia menangkisnya dengan menembak jatuh dua helikopter dan tiga drone.

"Tanggapan kami akan proporsional, dan kepemimpinan militer-politik Azerbaijan memikul tanggung jawab penuh atas situasi tersebut," kata Kementerian Pertahanan Armenia dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dikutip dari BBC.   

Dilansir di BBC, Ahad (27/9) disebutkan, konflik berkepanjangan kembali berkobar dalam beberapa bulan terakhir. Pertempuran perbatasan pada Juli menewaskan sedikitnya 16 orang.

Baik Armenia maupun Azerbaijan adalah bagian dari Uni Soviet sebelum runtuh pada 1991. Selama empat dekade mereka terjebak dalam konflik yang belum terselesaikan di Nagorno-Karabakh, yang diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan tetapi dikendalikan oleh etnis Armenia.

Ketegangan terakhir berkobar menjadi konflik pada 2016, dengan negara-negara tersebut bentrok atas wilayah yang disengketakan selama empat hari.  

Sengketa klaim atas Nagorno-Karabakh telah berlangsung selama beberapa dekade. Hal itu telah membuat hubungan Azerbaijan dan Armenia selalu dibalut ketegangan. 

Pada 1991, tepatnya selama konflik yang pecah ketika Uni Soviet runtuh, etnis Armenia di Nagorno-Karabakh mendeklarasikan kemerdekaan.  Mereka merebut Karabakh dari Azerbaijan dalam perang yang menewaskan 30 ribu orang.

Meskipun gencatan senjata disepakati pada 1994, Azerbaijan dan Armenia sering saling menuduh melakukan serangan di sekitar Nagorno-Karabakh dan di sepanjang perbatasan kedua negara yang terpisah. Pembicaraan untuk menyelesaikan sengketa Nagorno-Karabakh sebagian besar terhenti sejak perjanjian gencatan senjata.

Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) telah lama mencoba menengahi penyelesaian konflik, dengan diplomat dari Prancis, Rusia, dan AS yang membentuk OSCE Minsk Group, mencoba membangun gencatan senjata. 

Grup Minsk, yang mencakup Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat, telah bekerja untuk menengahi perselisihan tersebut. Namun dorongan besar terakhir untuk kesepakatan damai gagal pada 2010.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement