REPUBLIKA.CO.IDWASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan negaranya akan menghentikan kekerasan yang pecah dalam bentrokan antara Armenia dan Azerbaijan, dua negara bekas wilayah Uni Soviet yang berperang pada tahun 1990-an.
"Kami memantaunya dengan cermat, kami memiliki hubungan baik di wilayah tersebut, kami akan lihat apakah kami bisa menghentikannya," kata Trump, dalam konferensi pers, Senin (28/9).
Kekerasan ini sedikitnya menewaskan 16 anggota militer dan beberapa warga sipil. Bentrokan ini memicu kembali kekhawatiran tentang stabilitas di Kaukasus Selatan yang menjadi koridor pipa membawa minyak dan gas ke pasar dunia.
Gejolak terbaru dari konflik berkepanjangan di Nagorno-Karabakh, wilayah yang memisahkan diri di dalam Azerbaijan tetapi dijalankan oleh etnis Armenia. Nagorno-Karabakh mengatakan 16 prajuritnya telah tewas dan lebih dari 100 lainnya luka-luka.
Jatuhnya korban ini terjadi setelah Azerbaijan melancarkan serangan udara dan artileri Ahad pagi. Armenia dan Nagorno-Karabakh mengumumkan darurat militer dan memobilisasi penduduk laki-laki.
Armenia mengatakan pasukan Azeri telah menyerang sasaran sipil termasuk ibu kota Nagorno-Karabakh, Stepanakert. Atas serangan itu, Yerevan menjanjikan pembalasan yang sesuai.