REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Serikat buruh terbesar di Afrika Selatan, COSATU, mendesak anggotanya untuk lakukan aksi mogok kerja, Rabu (7/10), waktu setempat. Aksi mogok kerja dilakukan demi memprotes banyaknya pemutusan hubungan kerja, pemotongan gaji, dan kasus korupsi.
COSATU, organisasi buruh yang mengklaim memiliki lebih dari satu juta anggota, berdiri di barisan pendukung partai penguasa, Kongres National Rakyat Afrika (ANC). Namun, organisasi pekerja itu beberapa waktu terakhir kerap mengkritik kebijakan penanggulangan pandemi Covid-19 pemerintah.
Perwakilan serikat buruh itu pekan ini mengatakan, lebih dari dua juta pekerja dipecat pada kuartal II. Data itu menunjukkan buruknya kinerja pemerintah. Tidak hanya itu, serikat buruh juga menyebut pemerintah telah "merampok uang pajak" masyarakat, khususnya setelah banyak pejabat terjerat skandal korupsi.
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, mengatakan, pemerintah berusaha merampungkan rencana pemulihan ekonomi untuk menyediakan lapangan kerja bagi rakyat. Ia juga berjanji akan menindak keras para koruptor. Namun, juru bicara kepresidenan menolak menanggapi aksi serikat buruh.
COSATU menyebut pihaknya juga kecewa terhadap pemerintah karena tidak menaikkan gaji pegawai negeri pada April 2020. Padahal, kenaikan gaji merupakan salah satu janji pemerintah yang telah disepakati lewat perjanjian pada 2018.
Serikat buruh saat ini mengerahkan iring-iringan massa dan konvoi kendaraan di sembilan provinsi Afrika Selatan. Organisasi buruh itu lewat unggahannya di Twitter mengatakan ketua serikat, Zingsiwa Losi akan menyerahkan tuntutan massa ke sejumlah kantor pemerintah di ibu kota negara, Pretoria.
Sejauh ini belum jelas berapa banyak anggota COSATU yang ikut mogok kerja hari ini, Rabu (7/10). Sejumlah organisasi buruh yang tergabung dalam COSATU di antaranya pekerja di sektor privat dan publik. Beberapa dari mereka merupakan guru, tenaga kesehatan, polisi, dan buruh tambang.