Sabtu 10 Oct 2020 12:45 WIB

Apakah Trump tak Lagi Menular?

Sabtu (10/10) adalah hari ke-10 setelah Trump didiagnosis Covid-19.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Presiden Donald Trump akan kembali menyapa para pendukungnya di luar Gedung Putih pada Sabtu. Trump juga berencana mengelar kampanye di Florida lusa.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awal pekan ini, dokter pribadi presiden menyatakan bakal bekerja sama dengan fasilitas penelitian medis militer dan laboratorium lain tentang pengujian diagnostik lanjutan. Tujuannya, memastikan kapan presiden tak lagi berpotensi menularkan virus.

Akan tetapi, tim dokter Gedung Putih tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai rincian tentang hasil tes Trump. Tidak juga ada informasi mengenai kapan terakhir kali Trump melakukan tes virus negatif sebelum dia sakit.

Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka di pemerintah, turut angkat suara. Dia mengatakan dua tes laboratorium PCR negatif dengan selang waktu 24 jam adalah faktor kunci dalam menentukan apakah seseorang masih dapat menularkan virus.

"Jadi, jika Presiden menjalani 10 hari tanpa gejala, dan mereka melakukan tes yang kita bicarakan, maka Anda dapat membuat asumsi, berdasarkan ilmu pengetahuan yang baik, bahwa dia tidak lagi menularkan," tutur Fauci.

William Morice, dokter yang mengawasi laboratorium di Mayo Clinic, memberikan penjelasan tentang tes PCR. Tes laboratorium yang sensitif itu bisa mendeteksi virus dalam sampel usap yang diambil dari hidung dan tenggorokan.

Dengan itu, tim medis presiden secara hipotetis dapat mengukur dan melacak jumlah virus dalam sampel dari waktu ke waktu. "Jika mereka melakukan pengujian harian dan viral load-nya rendah, kemungkinan dia untuk menyebarkan virus juga rendah," ucapnya.

Strategi potensial lainnya yakni mengambil sampel dari tubuh Presiden dan mencoba membuat virus berkembang biak dalam kultur sel, yang akan menunjukkan bahwa virus masih aktif. Namun, pendekatan ini kurang sensitif dibandingkan uji molekuler.

Hasilnya cenderung tak terukur sehingga kurang aman untuk menggunakannya secara meluas untuk pasien Covid-19. "Ini memakan waktu lebih lama, biaya lebih banyak dan kami tidak memiliki banyak laboratorium yang dapat melakukannya,” ujar Schaffner.

Benjamin Pinsky dari Stanford menyampaikan kemungkinan ketiga, yakni tes baru yang tersedia di beberapa laboratorium penelitian. Tes ini mencari bukti molekuler kecil bahwa virus masih bereplikasi di dalam sel.

Akan tetapi teknologinya masih terlalu baru untuk digunakan. Sementara, menurut Gigi Gronvall dari Johns Hopkins Center for Health Security, semua tes yang tersedia itupun belum tentu memberikan hasil yang sempurna.

"Itulah mengapa Anda perlu memikirkan mekanisme lain dari kontrol kesehatan masyarakat, seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak secara sosial untuk menghentikan penyebaran virus corona," kata dia.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement