REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI - Ketua panel parlemen India menuduh platform media sosial Twitter tidak menghormati kedaulatan India, Rabu (28/10) waktu setempat. Hal itu karena peta data di Twitter menunjukkan wilayah India merupakan bagian dari China.
Namun Twitter mengakui kesalahan tersebut dan mengeklaim sudah menyelesaikan masalah dengan cepat. Eksekutif Twitter muncul di hadapan Komite Bersama RUU Perlindungan Data Pribadi untuk menjelaskan kesalahan yang terungkap pada pekan lalu dan sudah menyelesaikannya.
Namun, ketua komite Meenakshi Lekhi dari Partai Bharatiya Janata mengatakan penjelasan Twitter tidak memadai. "Twitter yang menyatakan menghargai sensitivitas (masalah) itu tidak memadai. Ini masalah kedaulatan dan integritas India," katanya kepada Reuters.
"Menampilkan Ladakh sebagai bagian dari China merupakan pelanggaran pidana," ujarnya menambahkan.
Seperti diketahui, India dan China memiliki sejarah perang di perbatasan pada 1962. Keduanya terkunci dalam pertikaian militer di sepanjang perbatasan Himalaya yang diperebutkan, yang mencakup wilayah Ladakh.
Ketika beberapa orang menandai unggahan mereka sedang berada di Ladakh, Twitter malah menunjukkan bahwa wilayah itu berada di China. Wilayah itu diklaim sepenuhnya oleh musuh bebuyutan India dan Pakistan, sementara China mengeklaim sebagian di timur yang dikkal sebagai Aksai Chin.
"Masalah geo-tagging baru-baru ini diselesaikan dengan cepat oleh tim kami," kata juru bicara Twitter menanggapi pernyataan Lekhi.
"Kami berkomitmen untuk keterbukaan, transparansi seputar pekerjaan kami, dan akan tetap berhubungan secara rutin dengan pemerintah untuk berbagi pembaruan tepat waktu," ujarnya menambahkan.