REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Militer Prancis mengumumkan telah membunuh seorang komandan milisi yang terkait dengan Alqaeda di Mali bersama dengan empat orang lainnya, Jumat (13/11). Dalam penyerangan yang dilakukan pada Selasa (10/11) itu, Prancis mengerahkan pasukan darat dan helikopter militer.
Juru bicara militer Prancis Kolonel Frederic Barbry menyatakan operasi tersebut menargetkan kepala militer untuk kelompok ekstremis RVIM, Bah ag Moussa. Dia merupakan sosok yang telah masuk dalam daftar sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diyakini bertanggung jawab atas beberapa serangan pasukan Mali dan pasukan internasional di negara itu.
Drone pengintai membantu pasukan Prancis di Mali mengidentifikasi truk Moussa di wilayah Menaka di Mali timur. Kemudian, target tersebut menjadi sasaran helikopter dan 15 pasukan komando Prancis yang dikirim ke tempat kejadian. Kelima orang di dalam truk itu tewas setelah mereka mengabaikan tembakan peringatan dan menembaki pasukan Prancis.
Barbry menggambarkannya peristiwa itu sebagai tindakan pertahanan yang sah. Dia mengatakan mayat-mayat yang menjadi korban serangan telah ditangani sesuai dengan hukum humaniter internasional.
Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly mengatakan Moussa bertanggung jawab melatih anggota baru milis. Peristiwa ini pun menjadi tindakan terbaru Prancis di Mali dalam beberapa pekan terakhir yang menewaskan tersangka teroris.
Prancis memiliki ribuan tentara dalam pasukan yang disebut Barkhane di Afrika Barat untuk membantu memerangi kelompok-kelompok ekstremis. Pemberontak ekstremis dipaksa keluar dari kekuasaan di Mali utara setelah operasi militer yang dipimpin Prancis pada 2013. Namun, kelompok ini berkumpul kembali di gurun dan sekarang sering melancarkan serangan terhadap tentara Mali dan sekutunya.