Sabtu 14 Nov 2020 04:50 WIB

Aktivis Bersuara Minta Industri Bulu Cerpelai Dihentikan

Sejumlah negara mulai melarang budidaya cerpelai karena dapat menularkan Covid-19

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Seekor cerpelai dikuliti untuk diambil bulunya di peternakan di Varde, Denmark. Lebih dari 250 ribu orang Denmark jalani lockdown di kawasan utara negara tersebut akibat mutasi virus corona dari cerpelai yang diternakkan. Untuk menahan laju virus, sebanyak 15 juta cerpelai di Denmark telah dimusnahkan.
Foto: John Randeris/Ritzau Scanpix via AP
Seekor cerpelai dikuliti untuk diambil bulunya di peternakan di Varde, Denmark. Lebih dari 250 ribu orang Denmark jalani lockdown di kawasan utara negara tersebut akibat mutasi virus corona dari cerpelai yang diternakkan. Untuk menahan laju virus, sebanyak 15 juta cerpelai di Denmark telah dimusnahkan.

REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN -- Munculnya dugaan ada penularan virus corona dari cerpelai ke manusia melahirkan perdebatan banyak pihak tentang nasib hewan tersebut. Beberapa negara memutuskan untuk membunuh seluruh hewan tersebut di peternakan. Ada pula yang hanya memilih melakukan karantina.

Denmark telah membantai 10 juta cerpelai karena khawatir mereka dapat memicu wabah Covid-19 baru. Sedangkan Amerika Serikat (AS) mengarantina peternakan yang hewannya sedang terinfeksi.

Baca Juga

Menteri Kesehatan Inggris mendesak negara-negara untuk memikirkan kembali pertanian cerpelai dalam menghadapi ancaman lainnya. Negara ini telah melarang budidaya cerpelai.

Sekarang, saat pemerintah mengambil langkah cukup keras untuk mencegah penyebaran dari hewan ke manusia, seruan untuk memusnahkan hewan yang sehat menuai kritik dari para peternak yang akan merugi. Pemusnahan hewan sejenis musang ini mendapat penentangan keras, seperti di Denmark.

Oposisi pemerintah menyatakan rencana membunuh 17 juta hewan dengan dibakar atau dikubur akibat kekhawatiran penyebaran virus corona tidak cukup bukti. Namun langkah ini pun memperbarui tuntutan kelompok pembela hewan agar industri bulu global ditutup untuk selamanya.

"Covid-19 pertama kali menginfeksi manusia melalui kontak dekat dengan hewan peliharaan di pasar hewan hidup, yang serupa dengan kondisi tidak higienis di peternakan bulu. Cerpelai dikurung di dalam kandang kawat dan sering ditumpuk di atas satu sama lain, yang memungkinkan penyakit mudah menyebar," ujar kelompok hak asasi hewan People for the Ethical Treatment of Animals (PETA), Emily Raap.

Rapp menyatakan penyebaran penyakit ini sangat mudah terjadi melalui urin, kotoran, nanah, dan darah hewan. Sedangkan kondisi peternakan yang sempit sangat memungkinkan untuk melakukan kontak antara hewan satu dan lainnya.

Raap berharap kekhawatiran atas Covid-19 membantu mempercepat penghentian peternakan bulu. "PETA akan terus mendorong semua orang selamanya sampai bulu dilarang," katanya.

Dikutip dari Aljazirah, Belanda melaporkan industri ini dijadwalkan akan dihentikan pada 2024, tetapi ada penutupan beberapa produsen tahun ini setelah lebih dari 100 tempat. Sedangkan Prancis telah melarang pertanian bulu cerpelai mulai 2025 dan negara bagian Kalifornia di AS telah melarang penjualan bulu mulai 2023.

"Tujuannya selalu agar kita tidak perlu memelihara dan membunuh hewan. Sama sekali tidak ada alasan untuk itu. Dan sekali lagi, setiap orang dapat membuat perbedaan hari ini dengan tidak mendukung industri kejam yang mengeksploitasi hewan," ujar Raap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement