REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Aktivis prodemokrasi Hong Kong Joshua Wong ditahan pihak berwenang setelah mengaku bersalah atas tuduhan terkait dengan protes di luar markas polisi tahun lalu, Senin (23/11) waktu setempat. Wong kemungkinan menghadapi tuntutan hukuman tiga tahun penjara.
Dilansir CNN, Wong didakwa bersama dua aktivis lainnya, Agnes Chow dan Ivan Lam. Menurut jaksa, peran mereka dalam demo adalah menghasut, mengorganisir, dan secara sadar mengambil bagian dalam majelis tidak resmi pada 21 Juni tahun lalu.
Selama persidangan Senin, Wong (24 tahun) mengaku bersalah atas dua dakwaan terkait dengan menghasut dan mengatur aksi protes. Namun pada tuntutan ketiga, jaksa penuntut tidak memberikan bukti sehubungan dengan partisipasinya dalam protes.
Sementara, Chow mengaku bersalah atas tuduhan penghasutan dan partisipasi. Sedangkan Lam juga mengaku bersalah atas tuduhan penghasutan.
Berbicara sebelum persidangan, Wong mengatakan bahwa tidak akan mengejutkan jika pengadilan menahannya. Dia juga mengatakan, baik jeruji penjara, atau larangan pemilihan, ataupun kekuatan sewenang-wenang lainnya tidak akan menghentikan mereka dalam menyuarakan suara.
"Mungkin pihak berwenang ingin saya tetap di penjara satu demi satu. Apa yang kami lakukan sekarang adalah menjelaskan nilai kebebasan kepada dunia, melalui belas kasih kami kepada siapa yang kami cintai, sedemikian rupa sehingga kami rela mengorbankan kebebasan kami sendiri," ujar Wong dikutip laman CNN, Selasa (24/11).
Persidangan Senin adalah persidangan terbaru dari serangkaian penuntutan dan penangkapan tahun ini sehubungan dengan protes 2019. Wong sendiri menghadapi dakwaan lain atas unjuk rasa pada Oktober tahun lalu. Polisi mengatakan penyelidikan kerusuhan terus berlanjut.
Awal bulan ini, sejumlah mantan anggota parlemen pro-demokrasi ditangkap atas protes yang digelar di badan legislatif kota. Sementara seorang reporter penyiar publik RTHK juga ditahan terkait program yang menyelidiki penanganan polisi atas serangan massa di stasiun kereta Yuen Long selama puncak protes pada Juli 2019.
Protes sebagian besar telah dikalahkan secara politik oleh undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan di kota oleh Beijing. Undang-undang tersebut mengkriminalisasi pemisahan diri, subversi, dan kolusi dengan pasukan asing dan disertai dengan hukuman penjara yang ketat.
Undang-undang digunakan untuk melegitimasi larangan bagi Wong dan sejumlah kandidat lain untuk mencalonkan diri dalam pemilihan yang akan diadakan pada September, tetapi ditunda karena virus corona. Beberapa dari mereka yang didiskualifikasi adalah anggota parlemen, yang kemudian dikeluarkan dari parlemen oleh Beijing.