REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pimpinan militer paling senior Amerika mengutuk kekerasan terhadap Capitol AS, pekan lalu. Pimpinan mengingatkan anggota militer tentang kewajiban mereka untuk mendukung dan membela Konstitusi serta menolak ekstremisme.
“Kami menyaksikan tindakan di dalam gedung Capitol yang tidak sesuai dengan aturan hukum. Hak kebebasan berbicara dan berkumpul tidak memberi siapa pun hak untuk menggunakan kekerasan, hasutan, dan pemberontakan," kata pernyataan itu yang dirilis pada Selasa dan ditandatangani oleh jenderal paling senior Amerika, Mark Milley, dan seluruh kepala staf gabungan yang terdiri atas kepala masing-masing cabang militer.
Pernyataan luar biasa tersebut menggarisbawahi skala tantangan dan kedalaman ketidakpastian dan keprihatinan di Washington. Para pejabat di seluruh lembaga keamanan AS menyoroti kekacauan di Capitol serta di seluruh negeri. Laporan menyebut, ada ancaman kekerasan di semua 50 negara bagian menjelang pelantikan presiden terpilih Joe Biden.
Pada saat yang sama pejabat federal sedang menentukan cara terbaik untuk melindungi anggota parlemen di kursi demokrasi Amerika. Banyak informasi terungkap tentang rencana pendukung Trump untuk melakukan serangan lain dan mengganggu pelantikan Presiden terpilih Joe Biden.
Sementara itu, pada Selasa, presiden bersikeras tidak bertanggung jawab atas pemberontakan yang dilakukan oleh para pendukungnya. Ia belum secara eksplisit meminta mereka untuk menahan diri dari melancarkan serangan lain di Capitol.
Kepolisian Capitol AS mengumumkan penutupan jalan di sekitar Capitol yang akan berlangsung tanpa batas waktu. Mereka akan melakukan upaya forensik besar-besaran oleh Departemen Kehakiman untuk merekonstruksi peristiwa pada 6 Januari dan pelaku di balik kejahatan yang dilakukan hari itu.
Penyelidik federal mengatakan kepada wartawan, Selasa, bahwa lingkup dan skala penyelidikan luas itu belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah FBI dan Departemen Kehakiman.