REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Pengembang vaksin lokal India, Bharat Biotech, telah memperingatkan tentang efek samping dari pemberian suntikan untuk melawan Covid-19, Selasa (19/1). Perusahaan akhirnya buka suara tentang risiko yang bisa terjadi pada beberapa kelompok.
Bharat Biotech mengatakan orang-orang dengan kekebalan yang lebih lemah dan kondisi medis lainnya yang termasuk alergi, demam, atau gangguan pendarahan disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum mendapatkan suntikan. Bahkan, perusahan ini menyarankan jika memungkinkan untuk menghindari penggunaan vaksin.
Perusahaan vaksin itu mengatakan mereka yang menerima suntikan harus mengungkapkan kondisi medis, obat-obatan yang diminum, dan riwayat alergi. Gejala reaksi alergi parah pada penerima vaksin mungkin terjadi, termasuk kesulitan bernapas, pembengkakan wajah dan tenggorokan, detak jantung cepat, ruam tubuh, pusing, dan kelelahan.
Vaksin oleh Bharat Biotech menjadi kontroversi setelah pemerintah India mengizinkan penggunaannya tanpa data konkret yang menunjukkan bahwa vaksin itu efektif dalam mencegah penyakit akibat Covid-19. Puluhan ribu orang telah diberikan suntikan dalam tiga hari terakhir. India mulai menyuntik pekerja perawatan kesehatannya akhir pekan lalu dalam kampanye vaksinasi Covid-19 terbesar di dunia.
India pada 4 Januari menyetujui penggunaan darurat dua vaksin. Satu dikembangkan oleh Universitas Oxford dan AstraZeneca serta satu lagi oleh Bharat Biotech. Namun, regulator mengambil langkah tersebut tanpa menerbitkan informasi tentang kemanjuran vaksin asal India tersebut.
Sebagian besar rumah sakit di India menginokulasi petugas kesehatan dengan vaksin AstraZeneca. Namun, jumlah penerima, terutama di rumah sakit tempat vaksin Bharat Biotech diberikan, relatif rendah.
Kementerian Kesehatan India pada Senin (18/1) mengatakan bahwa 381.305 orang telah divaksinasi di negara itu. Negara ini berada di urutan kedua setelah Amerika Serikat dalam jumlah kasus yang dikonfirmasi, dengan lebih dari 10,5 juta kasus. India pun menempati urutan ketiga dalam jumlah kematian, di belakang AS dan Brasil, dengan lebih dari 152 ribu jiwa telah meninggal dunia.