Senin 15 Feb 2021 13:53 WIB

Angka Kelahiran di China Turun di Masa Pandemi

Banyak pasangan di China enggan memiliki anak karena meningkatnya biaya kesehatan

Rep: Rizky suryarandika/ Red: Esthi Maharani
Bayi
Bayi

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Jumlah bayi baru lahir di China anjlok 15 persen pada 2020 dari tahun sebelumnya, menurut data Kementerian Keamanan Publik. Penurunan ini disebabkan munculnya virus corona yang mengganggu ekonomi dan membebani keputusan masyarakat untuk menambah anggota keluarga.

Dilansir dari Arab News pada Ahad (14/2), China mencatat 10,035 juta kelahiran pada tahun lalu. Jumlah itu turun dibandingkan 11,79 juta kelahiran pada 2019. Dari mereka yang lahir tahun lalu, 52,7 persen adalah laki-laki dan 47,3 persen perempuan.

Dalam beberapa tahun terakhir, terpantau banyak pasangan di Negeri Tirai Bambu enggan memiliki anak. Alasannya, meningkatnya biaya perawatan kesehatan, pendidikan dan perumahan. Pengabaian kebijakan satu anak selama puluhan tahun pada 2016 tidak memberikan banyak dorongan bagi angka kelahiran di negara tersebut.

Selain itu, ketidakpastian ekonomi yang disebabkan Covid-19 pada tahun lalu semakin membebani keputusan bagi pasangan untuk memiliki anak. Hal ini memperpanjang penurunan kelahiran jangka panjang di negara berpenduduk paling padat tetapi cepat menua di dunia itu.

Berdasarkan data populasi terakhir, sekitar seperlima warga China berusia 60 ke atas, atau sekitar 250 juta orang. Penuaan yang cepat diperkirakan menciptakan hambatan kebijakan bagi para pemimpin China. Sebab pemerintah berjanji untuk menjamin perawatan kesehatan dan pembayaran pensiun para lansia.

Biro Statistik Nasional China diperkirakan akan merilis data populasi resmi tahun 2020 pada akhir Februari nanti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement