REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) Teuku Faizasyah mengatakan, bahwa status keadaan siaga dua bagi Warga Negara Indonesia (WNI) di Myanmar tidak ada batasan waktu. Pada Jumat (5/3), Kedutaan Besar RI (KBRI) Yangon menetapkan status siaga dua menyusul perkembangan situasi terakhir Myanmar yang kian bergejolak.
"Tidak ada batas waktu, menyesuaikan kondisi setempat," ujar jubir Faizasyah kepada Republika.co.id, Jumat (5/3).
Pihak KBRI Yangon juga mengusulkan kepada WNI untuk mempertimbangkan kembali ke Indonesia jika tidak memiliki keperluan penting. Ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan penerbangan komersial yang saat ini masih tersedia.
Namun demikian, hingga kini belum ada satu pun WNI maupun pekerja dan keluarga di KBRI Yangon yang kembali maupun dipulangkan ke Indonesia. "Belum ada yang dipulangkan, masih mandiri sifatnya," ujar Faizasyah.
Kemenlu mengatakan masih terus memantau perkembangan situasi di Myanmar. Para WNI juga diimbau untuk menghubungi kontak KBRI Yangon jika terjadi sesuatu yang mendesak mengenai situasi yang berkembang di beberapa daerah di Myanmar. Status siaga dua ini ditekankan agar WNI tetap tenang dan berdiam diri di kediaman masing-masing, menghindari bepergian, termasuk ke tempat kerja jika tidak ada keperluan sangat mendesak.
Duta Besar RI untuk Myanmar Iza Fadri menuturkan agar WNI mengikuti imbauan yang telah diberikan pihak KBRI Yangon. Sejauh ini kondisi WNI di Myanmar dikatakan terkendali. "Aman," ujar Dubes Iza Fadri ketika ditanya Republika.co.id tentang kondisi terkini WNI di Myanmar dan KBRI Yangon.
Dia juga menuturkan belum secara masif memulangkan pekerja di KBRI Yangon ke Indonesia. Belum. Kemenlu dan KBRI Yangon terus pantau perkembangan situasi, dan saat ini dipandang belum mendesak untuk melakukan evakuasi WNI," ujar Dubes Iza.
Protes berlanjut
Gelombang protes menentang kekuasaan militer kian memanas di Myanmar setelah puluhan orang tewas terkena tembakan aparat kepolisian. Pada Jumat (5/3), polisi menembaki pengunjuk rasa yang menewaskan lagi satu orang.
Junta seakan tidak peduli dengan badai kecaman internasional sehingga terus melakukan aksi kekerasan melawan unjuk rasa damai. Kekerasan terjadi ketika junta kalah tarik-menarik soal kepemimpinan misi PBB di New York. Amerika Serikat meluncurkan sanksi baru yang menargetkan konglomerat militer setelah kematian puluhan pengunjuk rasa sipil.
Aktivis yang menuntut pemulihan pemerintahan terpilih dari juara demokrasi veteran Aung San Suu Kyi mengadakan lebih banyak demonstrasi di beberapa kota pada Jumat. Kerumunan ribuan orang masih berbaris dengan damai melalui kota kedua terbesar Myanmar, Mandalay. "Zaman batu sudah berakhir, kami tidak takut karena kamu mengancam kami," teriak kerumunan.