REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- PBB mengatakan sebanyak 138 pengunjuk rasa tewas sejak aksi protes menentang kudeta militer di Myanmar berlangsung. PBB mengecam aksi kekerasan terhadap massa demonstran yang terus berlanjut.
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, mengungkapkan, dari total 138 demonstran yang tewas, sebanyak 56 di antaranya terbunuh pada Sabtu dan Ahad pekan lalu di Yangon. "Kita melihat akhir pekan yang penuh dengan pertumpahan darah," kata Dujarric pada Senin (15/3).
Dujarric pun menyoroti masih berlanjutnya tindakan represif aparat keamanan Myanmar terhadap para demonstran. "Guterres mengutuk keras kekerasan yang sedang berlangsung terhadap pengunjuk rasa damai dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang paling dasar dari rakyat Myanmar," ujarnya.
Dujarric kembali menyerukan komunitas internasional untuk menunjukkan solidaritas kepada rakyat Myanmar dan aspirasi demokrasi mereka. Pekan lalu pelapor khusus PBB untuk HAM di Myanmar Tom Andrews telah mengisyaratkan bahwa militer Myanmar berpotensi melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Hal itu mengingat jumlah demonstran yang tewas dalam aksi menentang kudeta telah mencapai puluhan. "Rakyat Myanmar tidak hanya membutuhkan kata-kata dukungan, tapi juga tindakan suportif. Mereka membutuhkan bantuan komunitas internasional sekarang," kata Andrews kepada Dewan HAM PBB pada 11 Maret lalu.
Baca juga : Militer Myanmar Perluas Darurat Militer
Dia menyebut junta militer Myanmar adalah rezim ilegal yang terus melakukan pembunuhan. "Kejahatan terhadap orang-orang Rohingya terus berlanjut mengarah ke komando dan kontrol tingkat tinggi," ujarnya.
Dia menyerukan penerapan sanksi multilateral terhadap junta serta Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar milik militer. Komunitas internasional pun dapat memberlakukan embargo senjata terhadap Myanmar.