REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Data UNICEF dan aliansi vaksin Gavi menyatakan, India telah menerima lebih dari sepertiga dari hampir 28 juta dosis vaksin AstraZeneca Covid-19 yang dibuat di dalam negeri. Fakta ini menempatkan New Delhi dalam kritik lebih dalam usai menunda ekspor vaksin untuk negara-negara miskin di dunia.
Situs UNICEF menunjukkan bahwa India telah menerima 10 juta dosis vaksin dari COVAX. Jumlah tersebut menjadi yang terbanyak di antara negara mana pun.
Sedangkan Nigeria berada di urutan kedua dengan sekitar 4 juta dosis, meskipun lebih banyak per kapita daripada India. Banyak negara miskin yang sepenuhnya bergantung pada program COVAX justru menerima sedikit atau tidak ada vaksin sama sekali.
Juru bicara Gavi mengatakan, memasok India lebih awal mencegah dosis tidak menganggur. India pada akhirnya diharapkan menerima sekitar seperlima dari perkiraan 190 juta hingga 250 juta dosis yang akan didistribusikan COVAX di antara negara-negara miskin tanpa biaya.
Ratusan juta dosis AstraZeneca yang dibuat di bawah lisensi oleh Serum Institute of India (SII) membentuk sebagian besar pesanan awal COVAX. Sebanyak 50 juta dosis dimaksudkan untuk dikirimkan pada April, tetapi sebagian besar dari pesanan tersebut kemungkinan akan ditunda oleh pembatasan ekspor baru India. Padahal SII memiliki perjanjian dengan COVAX untuk memasok obat AstraZeneca versi lisensinya atau Covishield, ke 64 negara.
India yang menjadi pembuat vaksin terbesar di dunia, telah melaporkan 12 juta kasus Covid-19, terbanyak setelah Amerika Serikat dan Brasil. Sejauh ini telah mengekspor 64 juta dosis vaksin, lebih dari 60,4 juta suntikan dilakukan di dalam negeri. Pemerintah berada di bawah tekanan untuk meningkatkan program vaksin dalam negeri.
Tindakan India untuk menghentikan ekspor vaksin besar-besaran telah membuat khawatir banyak negara, terutama di Afrika dan Asia. Kepala Pusat Pengendalian Penyakit Afrika mengatakan pekan lalu bahwa dia merasa tidak berdaya dengan kondisi tersebut.