REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Junta militer Myanmar pada Jumat mengatakan bahwa aksi protes terhadap pemerintahannya berkurang sejak orang-orang menginginkan perdamaian. Kementerian-kementerian pemerintah akan segera beroperasi penuh. Demikian disampaikan juru bicara junta Myanmar Brigadir Zaw Min Tun pada konferensi pers di ibu kota, Naypyitaw.
Lebih dari 600 orang telah terbunuh oleh pasukan keamanan Myanmar yang menindak aksi protes sejak kudeta 1 Februari lalu. Militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.
Kegiatan operasional di negara Asia Tenggara itu pun terhenti karena adanya aksi pemogokan dan protes luas terhadap kekuasaan militer. "Alasan berkurangnya aksi protes adalah karena kerja sama para warga yang menginginkan perdamaian, yang kami hargai," kata Zaw Min Tun.
"Kami meminta warga untuk bekerja sama dengan pasukan keamanan dan membantu mereka," ujar dia.
Dalam tindak kekerasan terbaru yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar, setidaknya empat demonstran tewas pada Jumat di kota Bago, dekat kota Yangon. Kelompok aktivis Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP) mengatakan 614 orang, termasuk 48 anak telah dibunuh oleh pasukan keamanan Myanmar sejak kudeta 1 Februari. "Lebih dari 2.800 orang ditahan," kata AAPP.
Sementara itu, sebanyak 18 duta besar asing untuk Myanmar menyerukan dalam pernyataan bersama untuk pemulihan demokrasi di negara itu."Kami dibuat kagum oleh keberanian dan martabat mereka," kata para duta besar asing untuk Myanmar tentang para pengunjuk rasa dalam pernyataan mereka.
"Kami berdiri bersama untuk mendukung harapan dan aspirasi semua orang yang percaya pada Myanmar yang bebas, adil, damai dan demokratis. Kekerasan harus dihentikan, semua tahanan politik harus dibebaskan dan demokrasi harus dipulihkan," demikian pernyataan para dubes asing untuk Myanmar.
Pernyataan tersebut ditandatangani oleh duta besar Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, Kanada, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Swiss dan beberapa negara Eropa.Zaw Min Tun mengatakan setidaknya 16 polisi telah tewas.
Dia menuduh anggota Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi melakukan pembakaran dan mengatakan aksi protes itu dibiayai oleh uang asing. Namun, dia tidak memberikan keterangan rinci lebih lanjut.
Dia juga mengatakan laporan bahwa beberapa anggota komunitas internasional tidak mengakui pemerintahan militer adalah "berita palsu"."Kami bekerja sama dengan negara asing dan bekerja sama dengan negara tetangga," kata juru bicara junta Myanmar itu.