REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) memberlakukan berbagai sanksi terhadap Rusia, Kamis (5/4). Sanksi tersebut sebagai balasan atas sikap Rusia yang mencampuri pemilu AS tahun lalu, melakukan peretasan dunia maya, penindasan di Ukraina, dan dugaan tindakan memfitnah lainnya.
Pemerintah AS memasukkan perusahaan Rusia ke dalam daftar hitam, mengusir diplomat Rusia, dan melarang bank-bank AS membeli obligasi negara dari bank sentral Rusia, sovereign wealth fund, dan Kementerian Keuangan. Washington memperingatkan Moskow bahwa kemungkinan akan ada lebih banyak hukuman.
"Tujuan kami di sini bukan untuk meningkatkan. Tujuan kami di sini adalah untuk membebankan biaya atas tindakan yang kami rasa tidak dapat diterima oleh pemerintah Rusia," kata juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki.
Presiden AS Joe Biden menandatangani perintah eksekutif yang memberi otorisasi kepada pemerintah AS untuk memberikan sanksi di setiap area ekonomi Rusia. Amanat ini dapat digunakan untuk membatasi kemampuan Rusia mengeluarkan utang negara guna menghukumnya karena mencampuri pemilu AS 2020.
Biden pun melarang lembaga keuangan Washington untuk mengambil bagian dalam pasar utama obligasi pemerintah Moskow berdenominasi rubel mulai 14 Juni. Bank-bank AS dilarang mengambil bagian dalam pasar primer untuk obligasi negara non-rubel sejak 2019.
Tapi, kebijakan itu tidak melarang mereka membeli utang semacam itu di pasar sekunder. Upaya baru ini kemungkinan besar akan berdampak jauh lebih dramatis pada pasar obligasi dan mata uang Rusia.
"Presiden menandatangani otoritas baru yang luas ini untuk menghadapi aktivitas jahat Rusia yang terus berlanjut dan berkembang," kata Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sebuah pernyataan.