Ahad 25 Apr 2021 01:14 WIB

Kampus Ivy League Dituntut karena Tulang Anak Kulit Hitam

Tulang anak-anak keturunan Afrika-Amerika itu merupakan korban pembunuhan tahun 1985.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nidia Zuraya
ilustrasi tengkorak dan tulang manusia
ilustrasi tengkorak dan tulang manusia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dua anggota Ivy League, University of Pennsylvania dan Princeton, didesak meminta maaf dan memberi kompensasi atas penggunaan tulang dari anak kulit hitam untuk mengajar. Tulang anak-anak keturunan Afrika-Amerika itu merupakan korban pembunuhan polisi Philadelphia tahun 1985.

Tulang anak-anak kulit hitam itu digunakan sebagai studi kasus dalam kursus antropologi forensic online yang dipimpin oleh University Princeton. Kursus bertajuk Real Bones: Adventures in Forensic Anthropology itu diampu oleh Profesor Janet Monge, seorang ahli koleksi tulang yang menjadi staf pengajar di Princeton dan Pennsylvania.

Baca Juga

Dalam video, dia mengangkat tulang bagian panggul dan paha seorang gadis yang jenazahnya diambil dari abu pemboman polisi pada 13 Mei 1985 di markas Move. Move adalah sebuah kelompok pembebasan kulit hitam dan back-to-nature yang berbasis di Philadelphia.

Kursus yang bisa diikuti secara daring itu menampilkan tulang-tulang dari satu atau dua anak kulit hitam, tanpa restu dari keluarga. Ironisnya keluarga korban juga tidak mengetahui bahwa jenazah anak mereka disimpan sebagai koleksi akademik. Tulang tersebut diperkirakan telah berada di universitas selama 36 tahun, dan sekarang tampaknya telah hilang.

“Perlu ada penyelidikan dan pengungkapan penuh dari semua pihak yang terlibat. Kami ingin permintaan maaf formal dan publik dari Penn, Princeton dan antropolog yang terlibat, dan kami ingin reparasi, harus ada semacam ganti rugi untuk kegilaan ini,” kata Michael Africa Jr, seorang anggota Move yang berusia enam tahun saat pemboman, seperti dilansir dari The Guardian pada Sabtu (24/4).

Atas masalah ini, Move bersama aliansi Black Lives Matter cabang Philadelphia juga akan menggelar aksi pada 28 April di luar Penn Museum, bagian dari University of Pennsylvania tempat tulang anak-anak disimpan selama bertahun-tahun. Sejumlah tuntutan akan diajukan, termasuk agar tulang-tulang itu dikembalikan kepada keluarga.

“Kami membutuhkan tulang untuk dikembalikan sehingga kami dapat memakamkannya untuk beristirahat,” kata Africa Jr.

Kehebohan itu muncul pada waktu yang sensitif bagi institusi akademik, terutama Penn, yang pekan lalu meminta maaf atas kepemilikan tidak etis atas sisa-sisa jasad manusia di museumnya dalam koleksi Samuel Morton Cranial. Koleksi abad ke-19, yang digunakan oleh Morton untuk membenarkan teori supremasi kulit putih, termasuk sisa-sisa Black Philadelphians dan 53 crania orang yang diperbudak dari Kuba dan AS yang sekarang akan dipulangkan atau dimakamkan kembali.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement