Tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 dengan 53 orang awak kemungkinan disebabkan oleh faktor arus bawah laut di perairan Laut Bali.
Pihak TNI Angkatan Laut memperkirakan arus bawah laut yang kuat atau dikenal dengan sebutan internal solitary wave sebagai faktor penyebab tenggelamnya kapal yang sedang melakukan latihan tersebut.
Kini diketahui kapal selam ini berada di dasar laut dengan kedalaman 838 meter, jauh di luar jangkauan regu penyelamat.
Pihak berwenang telah menyatakan tidak ada kemungkinan adanya awak kapal selam yang selamat.
Lantas, apa yang terjadi sehingga kapal selam ini terbelah tiga dan tenggelam?
Ada banyak teori telah mengemuka, tetapi pihak berwenang mengatakan ada bukti arus bawah laut - yang dapat menimbulkan tarikan vertikal yang kuat di bawah permukaan laut - terjadi di Laut Bali ketika kapal selam itu menghilang pada Rabu pagi pekan lalu.
Melewati perairan berbahaya
Selat Lombok antara Pulau Bali dan Pulau Lombok terkenal karena menghasilkan gelombang arus bawah laut yang intensif hampir setiap dua minggu sekali.
Badan antariksa AS NASA menyatakan kombinasi arus pasang surut yang kuat, dasar laut yang kasar dan aliran air antara dua saluran - satu dangkal dan satunya dalam - cenderung terjadi bersamaan setiap 14 hari dan menciptakan aliran pasang surut yang sangat kuat.
Asisten Perencanaan Kepala Staf TNI AL Laksamana Muda Muhammad Ali percaya fenomena alam inilah yang lebih mungkin menjelaskan penyebab kecelakaan.
Apa itu arus bawah laut yang kuat atau internal solitary wave?
Arus bawah laut nyaris tidak terlihat di permukaan laut. Tapi di bawah air, gelombang ini bisa mencapai ketinggian yang menjulang tinggi.
Laksamana Muda Muhammad Ali yang juga mantan komandan KRI Nanggala-402 menjelaskan arus kuat ini dapat menyeret kapal selam secara vertikal sehingga kapal tersebut akan tenggelam lebih cepat dari yang seharusnya.
Ia menyatakan arus bawah laut yang kuat ini terjadi di perairan Bali utara ketika latihan berlangsung.
Komandan Sesko TNI AL Laksamana Muda Iwan Isnurwanto menambahkan, citra satelit Himawari 8 Jepang serta satelit Eropa Sentinel, menunjukkan ada gelombang besar di bawah air yang bertepatan dengan tenggelamnya KRI Nanggala-402.
"Arus itu bergerak naik dari bawah ke arah utara, dan ini palung antara gunung dengan gunung," katanya.
"Kecepatan daya arus itu sekitar dua mil laut dengan volume air sekitar dua hingga empat juta liter kubik," jelasnya.
"Begitu arus air menyeret kapal selam itu ke bawah, apa yang bisa kita lakukan? Tidak ada yang bisa mengatasi masalah itu," ujar Laksamana Iwan.
"Kemungkinan besar inilah yang terjadi," tambahnya.
Ditembak rudal, kerusakan listrik, kelebihan beban
Sejumlah teori lain juga bermunculan , yang menjadi spekulasi penyebab tenggelamnya KRI Nanggala.
Ada yang menyebutkan bahwa kapal selam itu terkena tembakan rudal dari kapal asing, mengalami kerusakan listrik, atau kelebihan beban.
Tetapi para pejabat TNI AL menyatakan kapal selam itu masih terdeteksi saat mulai menyelam untuk latihan torpedo, dan "lampunya menyala" - yang berarti sangat kecil adanya kemungkinan faktor kerusakan listrik.
Faktor kelebihan muatan jadi spekulasi karena ada 53 awak di dalamnya padahal kapal ini hanya dilengkapi hanya 34 tempat tidur.
"Kapal selam itu awalnya untuk 33 personel, kemudian dimodernisasi untuk memenuhi kebutuhan kami menampung 50 personel," kata Laksamana Iwan.
Para pejabat mengatakan kapal selam itu dirancang memiliki kemampuan membawa delapan torpedo, dengan berat masing-masing sekitar satu ton.
Pada saat latihan hanya ada empat torpedo yang dibawa.
Pengamat lainnya menyebut faktor kerapuhan logam dari retakan atau korosi dan usia kapal selam.
Kapal ini terakhir kali menjalani perawatan pada tahun 2012, hampir satu dekade lalu.
Kapal seharusnya direparasi lagi tahun 2020 tapi tertunda karena pandemi.
Purnawirawan AL Australia Laksamana Muda James Goldrick menjelaskan "kegagalan material" adalah penjelasan yang paling mungkin atas tenggelamnya kapal selam itu.
"Penyebabnya bisa termasuk kerusakan material atau mekanis yang menyebabkan kebocoran dahsyat dari satu atau lebih kompartemen," tulisnya di The Conversation minggu ini.
"Mungkin ada kebakaran, sesuatu yang sangat ditakuti oleh kapal selam di lingkungan tertutup mereka. Atau mungkin ada faktor kesalahan manusia," katanya.
Namun, jika bangkai kapal itu tidak diangkat dari dasar laut, para penyelidik mungkin tidak akan pernah bisa menentukan penyebab pasti dari tragedi tersebut.
Mampukah Indonesia mengangkat bangkai KRI Nanggala?
KRI Nanggala-402 kehilangan kontak dengan sekitar pukul 04:00 pagi tanggal 21 April, tak lama setelah mendapat izin menyelam untuk latihan menembakkan torpedo.
Kapal pencari dan helikopter melaporkan adanya tumpahan minyak di daerah tersebut, dan tercium bau solar beberapa jam kemudian.
Kapal dari berbagai negara bergabung dalam pencarian besar-besaran selama beberapa hari, sampai muncul benda-benda di Laut Bali pada hari Sabtu, termasuk sajadah, bagian dari mekanisme penembakan torpedo dan minyak untuk periskop kapal selam.