REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Juru bicara Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) Rupert Colville mengatakan Israel melanggar hukum internasional bila mereka memerintahkan dan melakukan pengusiran di Sheikh Jarrah.
Colville menekankan Yerusalem Timur masih bagian dari daerah pendudukan Palestina, artinya yang berlaku Hukum Humanitarian Internasional. Hal itu disampaikan dalam pers rilis untuk menanggapi kejadian 'yang mencemaskan' di Sheikh Jarrah.
Berdasarkan jajak pendapat Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) pada 2020 lalu setidaknya 218 rumah tangga Palestina di daerah pendudukan Yerusalem Timur termasuk keluarga-keluarga di Silwan dan Sheikh Jarrah telah mengajukan kasus pengusiran terhadap mereka. Pengusiran sebagian besar dilakukan organisasi pemukim ilegal.
Pengusiran ini mendorong 970 orang termasuk 424 anak-anak terancam kehilangan tempat tinggal. Dalam pers rilisnya Colville mengatakan penguasa wilaah pendudukan harus menghormati dan tidak dapat menyita properti pribadi di daerah pendudukan.
"Dan harus menghormati, kecuali benar-benar dicegah, melakukan penegakan hukum," kata Colville seperti dikutip Middle East Monitor, Rabu (12/5)
"Artinya Israel tidak dapat memberlakukan hukumnya sendiri di daerah pendudukan, termasuk di Yerusalem Timur, untuk mengusir warga Palestina dari rumah mereka," tambahnya.
Colville menekankan hukum humanitarian internasional melarang penguasa daerah pendudukan memindahkan populasi. Hal tersebut mungkin dapat dianggap sebagai kejahatan perang.
Juru bicara OHCHR itu mendesak Israel segera menghentikan pengusiran paksa termasuk yang terjadi di Sheikh Jarrah. Ia juga meminta Israel menghormati kebebasan berekspresi dan berkumpul termasuk pada mereka yang memprotes pengusiran tersebut.