REPUBLIKA.CO.ID, YANGON - Tentara Myanmar bertempur dengan milisi lokal anti kudeta di kota barat laut Mindat, Sabtu (15/5) waktu setempat. Langkah keras tentara adalah untuk memadamkan pemerontakan yang muncul untuk menentang junta.
Pertempuran tersebut adalah yang terberat sejak kudeta. Ini juga menggarisbawahi kekacauan yang berkembang saat junta berjuang untuk menegakkan ketertiban dalam menghadapi protes harian, pemogokan dan serangan sabotase setelah menggulingkan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
"Kami berlari untuk hidup kami," ujar seorang penduduk mengatakan kepada Reuters dari Mindat, sebuah kota perbukitan sekitar 100 km (60 mil) dari perbatasan dengan India.
"Ada sekitar 20 ribu orang terjebak di kota, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak, orang tua. Tiga keponakan teman saya terkena pecahan peluru. Mereka bahkan belum remaja," ujarnya menambahkan.
Junta memberlakukan darurat militer di Mindat pada Kamis (13/5). Pihaknya kemudian meningkatkan serangan terhadap apa yang disebut "teroris bersenjata". Junta masih tutup mulut ketika dimintai komentar soal pertempuran terbaru di Mandat.
Televisi Myawaddy yang dikendalikan tentara mengatakan, sekitar 1.000 "orang tidak bermoral" telah menyerang dengan senjata kecil dan granat rakitan dalam beberapa hari terakhir, dan bahwa beberapa anggota pasukan keamanan tewas dan lainnya hilang. Dikatakan pasukan keamanan akan bekerja siang dan malam untuk menertibkan.
Pejuang Angkatan Pertahanan Chinland mundur saat bala bantuan militer maju dengan pengeboman artileri dan serangan helikopter. Lima warga sipil tewas di Mindat dalam dua hari terakhir, menurut Dokter Sasa, menteri kerjasama internasional bayangan Pemerintah Persatuan Nasional yang dibentuk untuk menyaingi junta.
Myanmar sudah memiliki puluhan kelompok etnis bersenjata, yang telah berperang selama beberapa dekade melawan tentara yang didominasi oleh mayoritas Bamar. Angkatan Pertahanan Chinland dibentuk sebagai tanggapan atas kudeta tersebut.
Menghadapi salah satu pasukan dengan perlengkapan terbaik di kawasan itu, para pejuangnya sebagian besar dipersenjatai dengan senjata berburu rakitan. Namun kantor berita Reuters tidak dapat menghubungi kelompok itu untuk memberikan komentar pada Sabtu.
Setidaknya 788 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan junta dalam tindakan keras terhadap protes terhadap pemerintahannya. Militer membantah angka yang dicatat oleh kelompok advokasi nasional.
Militer memberlakukan pembatasan ketat pada media, informasi, dan Internet. Reuters tidak dapat secara independen memverifikasi penangkapan dan jumlah korban.
Juru bicara Junta Zaw Min Tun mengatakan pada konferensi pers bahwa 63 orang telah tewas belum lama ini dalam apa yang dia gambarkan sebagai berbagai "serangan teroris" oleh lawan-lawan pemerintah. Min Tun meminta orang-orang untuk menginformasikan tentang para penyerang. Protes anti-junta diadakan di kota utama Myanmar dan banyak kota lainnya pada Sabtu.