REPUBLIKA.CO.ID, ADIS ABABA -- Ethiopia kembali menunda pemilihan umum nasional setelah beberapa partai oposisi menolak untuk berpartisipasi dalam pemilihan karena konflik di wilayah Tigray. Hal itu semakin memperumit upaya Perdana Menteri Abiy Ahmed untuk memusatkan kekuasaan.
Ketua Dewan Pemilihan Nasional Ethiopia (NEBE) Birtukan Mideksa mengatakan, ada penundaan dalam pembukaan tempat pemungutan suara dan pendaftaran pemilih. Mideksa mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa, pemilihan tidak akan berlangsung pada 5 Juni seperti yang dijadwalkan.
"Kami akan memberi tahu semua orang segera berapa minggu atau beberapa hari untuk menyelesaikan tugas yang tertunda. Tidak akan lebih dari tiga minggu," ujar Mideksa.
Mideksa mengatakan, terjadi kendala penundaan logistik seperti penyelesaian pendaftaran pemilih, pelatihan staf pemilihan, pencetakan dan pendistribusian surat suara. “Praktisnya, tidak mungkin mengirimkan semua ini pada tanggal yang dijadwalkan semula,” katanya.
Beberapa minggu menjelang pemilihan, hanya ada sedikit tanda-tanda kampanye. Sementara, beberapa partai oposisi berencana untuk memboikot pemungutan suara.
Awalnya pemilu direncanakan pada Agustus tahun lalu, tetapi ditunda untuk pertama kalinya karena pandemi virus korona. Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), yang berkuasa di wilayah utara pada saat itu menolak penundaan pemilu. Mereka mengadakan pemilihan di daerahnya pada bulan September.
Hal itulah yang menjadi penyebab terjadinya konflik antara TPLF dengan pemerintah pusat di Addis Ababa yang berlangsung sejak awal November lalu. Pertempuran di Tigray telah menewaskan ribuan orang.
Perdana Menteri Abiy telah berulang kali berjanji bahwa pemilihan kali ini akan berlangsung bebas dan adil. Abiy akan mempertahankan posisinya jika Partai Kemakmuran memenangkan mayoritas kursi di majelis nasional.