REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Joe Biden pada Kamis (20/5) menjanjikan bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi untuk Gaza. Hal ini diutarakan Biden setelah Israel dan Hamas sepakat untuk melakukan gencatan senjata mulai Jumat (21/5) pada pukul 02.00 dini hari waktu setempat.
Biden mengatakan, AS akan bekerja melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pemangku kepentingan internasional lainnya, untuk memberikan bantuan kemanusiaan dalam upaya rekonstruksi Gaza. Biden mengatakan, bantuan rekonstruksi akan diberikan melalui kemitraan dengan Otoritas Palestina. Bidan tidak mau berurusan dengan kelompok Hamas yang disebut sebagai organisasi teroris oleh AS.
Diketahui, Otoritas Palestina yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas hanya mengatur sebagian wilayah di Tepi Barat yang diduduki. Sementara, Hamas memegang kekuasaan di Jalur Gaza.
"Kami akan melakukan ini dalam kemitraan penuh dengan Otoritas Palestina, bukan Hamas, dengan tidak mengizinkan Hamas untuk mengisi kembali persenjataan militernya," kata Biden.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan, Menteri Luar Negeri Antony Blinken akan melakukan perjalanan ke Israel dalam beberapa hari mendatang. Blinken dijadwalkan bertemu dengan pejabat Israel, Palestina dan regional untuk membahas upaya pemulihan dan "bekerja sama untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi Israel dan Palestina.
Gencatan senjata dicapai setelah AS melakukan upaya diplomatik kepada pemimpin Israel. Selama negosiasi, Biden berbicara sebanyak enam kali dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Biden juga berbicara dengan Presiden Mesir Abel Fattah al-Sisi.
Secara tradisional Mesir memainkan peran kunci dalam memadamkan pertempuran Gaza. Mesir memiliki perjanjian perdamaian dan hubungan diplomatik dengan Israel. Mesir juga memelihara kontak dengan Hamas.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kabinet keamanannya telah memilih dengan suara bulat untuk mendukung gencatan senjata Gaza. Mereka menerima timbal balik dan tanpa syarat yang diusulkan oleh Mesir, tetapi menambahkan bahwa waktu pelaksanaan belum disepakati.