REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Perusahaan minyak dan gas asal Prancis Total dan perusahaan energi Amerika Serikat Chevron memutuskan untuk menangguhkan pembayaran terkait usaha patungan dengan rezim militer Myanmar.
Dalam sebuah pernyataannya pada Rabu (26/5), Total memutuskan untuk menangguhkan semua distribusi uang tunai karena ketidakstabilan kondisi di Myanmar. Keputusan itu juga dilakukan setelah melakukan pembicaraan dengan Chevron selaku pemegang saham.
Total adalah pemegang saham terbesar dengan 31,24 persen, sedangkan Chevron memegang 28 persen. Perusahaan Thailand PTTEP memegang seperempat perusahaan sementara 15 persen dipegang oleh Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar (MOGE) yang dikendalikan militer.
MOGE menghasilkan pendapatan tahunan sekitar 1.0 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14,3 triliun dari penjualan gas alam.
"Total mengutuk kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Myanmar dan menegaskan kembali, akan mematuhi setiap keputusan yang mungkin diambil oleh otoritas internasional dan nasional yang relevan, termasuk sanksi yang berlaku yang dikeluarkan oleh otoritas UE atau AS," kata Total dalam pernyataannya.
Sementara itu, Chevron mengatakan lrisis kemanusiaan di Myanmar membutuhkan tanggapan kolektif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Myanmar.