REPUBLIKA.CO.ID, TELAVIV -- Israel membanggakan keberhasilan menghancurkan Hamas dalam operasi militer terbaru di Jalur Gaza. Namun asumsi ini dibantah oleh mantan petinggi militer Israel, Brigadir Jenderal Asaf Agmon yang menilai Hamas lebih sukses.
Agmon menunjukkan meskipun dihajar selama berhari-hari oleh Angkatan Udara Israel (IDF), kelompok yang bermarkas di Gaza itu sebenarnya menang lebih banyak dalam konflik ini. Menurut Agmon, berani menyerang Israel dengan ribuan roket membawa Hamas ke "agenda utama" pada saat Israel dan negara-negara lain mulai percaya kelompok itu telah ditangani.
"Sekarang, Hamas dipandang sebagai pemimpin sentral di antara rakyat Palestina, bahkan di Tepi Barat dan negara-negara di Timur Tengah. Kami menjadikannya sebagai faktor utama dalam konflik di wilayah Otoritas Palestina, pertama dan terpenting di Yerusalem," kata Agmon dilansir dari Sputnik pada Kamis (27/5).
Serangan besar-besaran Hamas terhadap Israel terjadi menjelang pemilihan umum di wilayah Otoritas Palestina yang diumumkan oleh Mahmoud Abbas. Meski tanggal pemilihan masih belum jelas, Hamas, yang juga terlibat dalam kegiatan politik, kemungkinan akan berupaya memperkuat posisinya tidak hanya di Gaza tetapi juga di Tepi Barat.
"Kelompok itu mendapatkan kembali keunggulannya, bahkan di benak orang Israel setelah putaran terakhir serangan, yang dimulai pada 10 Mei dan berakhir 10 hari kemudian dengan gencatan senjata," ujar Agmon.
Agmon menambahkan sebelumnya warga Israel percaya bahwa Hamas telah dihantam. Tetapi kenyataannya Hamas telah tumbuh dalam kekuasaan. Mantan brigadir jenderal itu percaya penting bagi Israel untuk memahami bagaimana penilaiannya sendiri terhadap kelompok itu.
"Yang terjadi bukanlah hasil imbang, tapi kerugian yang mereka coba jual kepada kami sebagai sebuah prestasi. Yang terburuk adalah hal itu membuat kami mengabaikan kemunduran dan tidak belajar. Hal ini membawa kami pada kekalahan telak," ucap Agmon.
Komentar mantan militer itu muncul setelah Israel menyetujui gencatan senjata dengan Hamas setelah 10 hari baku tembak yang merenggut nyawa 12 warga Israel dan lebih dari 200 warga Palestina. Israel mengklaim telah menargetkan kepemimpinan Hamas dan sistem terowongan bawah tanah.