REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sekitar 800 tentara telah meninggalkan militer untuk bergabung dengan Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM) sejak kudeta militer di Myanmar, menurut mantan kapten, Lin Htet Aung, kepada media lokal Myanmar Now.
Lin yang sebelumnya bertugas di Batalyon Infanteri 528 di Negara Bagian Shan Timur membelot pada akhir Maret 2021 dan mulai membantu tentara lain meninggalkan militer.
Menurut Lin, tiga perempat dari tentara yang membelot siap untuk bergabung dengan Angkatan Pertahanan Rakyat (PDF) yang dibentuk pemerintah pro-demokrasi untuk melawan rezim. Lin menambahkan, sisanya ingin membantu revolusi dengan cara lain, tetapi tidak ingin berperang.
Sekitar 100 pembelot sebelumnya menjabat dengan pangkat termasuk mayor, kapten, dan letnan. Kebanyakan dari pembelot berusia 20-35 tahun dan tidak ada perwira dengan pangkat di atas mayor yang membelot.
Lin mengaku tidak mengharapkan apapun dari perwira dengan pangkat yang lebih tinggi untuk membelot. Namun, menurut dia, pertarungan akan lebih cepat selesai apabila perwira dengan pangkat tinggi membelot.
"Semakin tinggi (pangkat) mereka, semakin takut mereka untuk kehilangan posisinya," ucap Lin dikutip dari Myanmar Now, Selasa malam (8/6).
Kebanyakan tentara yang membelot berasal dari angkatan udara dan laut. Tentara dari resimen infanteri dilaporkan merasa lebih sulit untuk melarikan diri karena takut akan dampaknya terhadap keluarga mereka. Alasan lainnya, kata Lin, para tentara tersebut tidak memiliki akses terhadap permintaan publik dari pembelot agar anggota militer bergabung dengan CDM.
"Alasan utama mereka tidak bisa membelot karena mereka melakukan operasi di garis depan dan terpisah dari keluarganya," ungkap Lin.
Lin mengungkapkan antara 40-50 tentara yang membelot meninggalkan keluarga mereka di perumahan militer. Menurut Lin, tidak ada cara bagi tentara tersebut untuk menjangkau keluarganya.
Myanmar diguncang kudeta militer pada 1 Februari dengan menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi. Militer berdalih pemilu yang mengantarkan Suu Kyi terpilih dengan suara terbanyak penuh kecurangan. Hingga Selasa kemarin, Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan korban tewas sejak kudeta militer berjumlah 857 orang.