REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Presiden Kuba, Miguel Diaz-Canel, menuduh warga Amerika-Kuba menggunakan media sosial untuk memicu protes akhir pekan yang jarang terjadi menyusul tingginya harga dan kekurangan makanan. Polisi Kuba dikerahkan di jalan-jalan setelah protes di beberapa kota besar dan kecil negara tersebut.
"Kami telah melihat bagaimana kampanye melawan Kuba berkembang di media sosial dalam beberapa minggu terakhir. Begitulah caranya, cobalah untuk menciptakan ketidaksesuaian, ketidakpuasan dengan memanipulasi emosi dan perasaan," Diaz-Canel pada Senin (12/7).
Demonstrasi sangat tidak biasa terjadi di sebuah pulau ketika sedikit perbedaan pendapat ditolelir pemerintah. Demonstrasi ketidakpuasan publik besar terakhir atas kesulitan ekonomi, terjadi hampir 30 tahun pada 1994. Sementara pada tahun lalu, ada demonstrasi kecil oleh seniman dan kelompok lain, tetapi tidak ada yang sebesar atau seluas apa yang meletus akhir pekan lalu.
Dalam protes pada Ahad (11/7), polisi awalnya membuntuti ketika pengunjuk rasa meneriakkan, "Kebebasan!" "Cukup!" dan “Bersatu!”. Seorang pengendara sepeda motor mengeluarkan bendera Amerika Serikat, tetapi bendera itu direbut darinya oleh orang lain.
"Kami muak dengan antrean, kelangkaan. Itu sebabnya saya di sini," kata seorang pengunjuk rasa paruh baya.
Kemudian, sekitar 300 pengunjuk rasa pro-pemerintah tiba dengan bendera Kuba yang besar, meneriakkan slogan-slogan yang mendukung mendiang Presiden Fidel Castro dan revolusi Kuba. Demonstrasi berkembang menjadi beberapa ribu orang di sekitar Galeano Avenue dan para pengunjuk rasa terus maju meskipun ada beberapa tuduhan oleh petugas polisi dan rentetan gas air mata.
Orang-orang yang berdiri di banyak balkon di sepanjang arteri sentral di lingkungan Centro Habana bertepuk tangan untuk para pengunjuk rasa yang lewat. Sementara yang lain bergabung dalam pawai.
Protes juga diadakan di tempat lain di pulau itu, termasuk di kota kecil San Antonio de los Banos. Warga keberatan dengan pemadaman listrik dan dikunjungi Diaz-Canel. Dia memasuki beberapa rumah dan menerima pertanyaan dari warga.
Pihak berwenang tampaknya bertekad untuk menghentikan demonstrasi. Lebih dari selusin pengunjuk rasa ditahan, termasuk seorang pembangkang terkemuka Kuba yang ditangkap saat mencoba menghadiri pawai di kota Santiago.
Para demonstran mengganggu lalu lintas di ibu kota selama beberapa jam sampai beberapa orang melemparkan batu dan polisi masuk dan membubarkan mereka. Layanan internet tidak lancar, mungkin menunjukkan upaya untuk mencegah pengunjuk rasa berkomunikasi satu sama lain.
Direktur Netblocks atau sebuah perusahaan pemantau internet yang berbasis di London, Alp Toker, menyatakan otoritas Kuba memblokir Facebook, WhatsApp, Instagram dan Telegram. "Ini tampaknya merupakan respons terhadap protes yang dipicu media sosial," katanya pada Senin. Dwina Agustin/ap