Sabtu 17 Jul 2021 17:23 WIB

AS Peringatkan Perusahaan yang Berbisnis di Hong Kong

AS ingatkan risiko melakukan bisnis di Hong Kong karena munculnya tekanan dari China

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Seorang wanita berjalan melewati papan elektronik bank yang menunjukkan indeks saham Hong Kong di Bursa Efek Hong Kong Selasa, 27 April 2021.
Foto: AP/Vincent Yu
Seorang wanita berjalan melewati papan elektronik bank yang menunjukkan indeks saham Hong Kong di Bursa Efek Hong Kong Selasa, 27 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada Jumat (16/7) mengeluarkan peringatan kepada perusahaan-perusahaan AS tentang risiko melakukan bisnis di Hong Kong. Peringatan itu dirilis karena China terus menekan kebebasan politik dan ekonomi di wilayah tersebut.

Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan, dan Departemen Keamanan Dalam Negeri mengeluarkan peringatan sebanyak sembilan halaman. Mereka memperingatkan perusahaan tentang lanskap hukum yang berubah di Hong Kong. Selain itu, keterlibatan perusahaan AS dengan bisnis Hong Kong dapat menimbulkan kerusakan reputasi dan hukum.

Baca Juga

Pada saat yang sama, Departemen Keuangan mengumumkan sanksi terhadap tujuh pejabat China karena melanggar ketentuan Undang-Undang Otonomi Hong Kong 2020. Departemen Keuangan menyerukan pembekuan aset dan hukuman lain terhadap mereka yang berpartisipasi dalam tindakan keras tersebut.

"Bisnis, individu, dan orang lain, termasuk lembaga akademik, penyedia layanan penelitian, dan investor yang beroperasi di Hong Kong, atau memiliki paparan terhadap individu atau entitas yang terkena sanksi, harus mengetahui perubahan undang-undang dan peraturan Hong Kong,” kata pemberitahuan berjudul Risiko dan Pertimbangan untuk Bisnis yang Beroperasi di Hong Kong.

“Lanskap hukum baru ini dapat berdampak buruk pada bisnis dan individu yang beroperasi di Hong Kong. Sebagai hasil dari perubahan ini, mereka harus menyadari potensi reputasi, peraturan, keuangan, dan, dalam kasus tertentu, risiko hukum yang terkait dengan operasi mereka di Hong Kong," demikian lanjutan pemberitahuan itu.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pengesahan undang-undang keamanan nasional oleh China memiliki efek negatif terhadap Hong Kong. Blinken menerangkan risiko terhadap bisnis di Hong Konh termasuk potensi pengawasan elektronik dan kurangnya privasi data. Selain itu, berkurangnya akses ke informasi dan potensi pembalasan terhadap perusahaan karena kepatuhan mereka terhadap sanksi AS.

“Penasihat bisnis menguraikan risiko yang muncul ini untuk memberi tahu individu dan bisnis AS, dan merekomendasikan peningkatan kesadaran dan uji tuntas,” kata Blinken.

Pemerintah Hong Kong menyebut peringatan AS itu sangat konyol dan tidak berdasar. “Korban utama dari kejatuhan terbaru ini adalah bisnis AS dan warga AS yang telah menjadikan Hong Kong sebagai rumah mereka,” demikian pernyataan pemerintah Hong Kong.

Kamar Dagang Amerika di Hong Kong mengakui lingkungan bisnis di Hong Kong saat ini lebih kompleks dan menantang. Namun para pebisnis akan tetap melanjutkan pekerjaan mereka.

“Kami di sini untuk mendukung anggota kami, untuk menavigasi tantangan dan risiko tersebut sambil menangkap peluang melakukan bisnis di wilayah ini,” kata pernyataan Kamar Dagang AS di Hong Kong.

“Hong Kong tetap menjadi fasilitator perdagangan dan arus keuangan yang kritis dan bersemangat antara Timur dan Barat," ujarnya.

Amerika Serikat telah mengambil sikap memandang Hong Kong tidak lagi menikmati otonomi yang signifikan dari China daratan. Sebelumnya Beijing menjanjikan otonomi penuh ketika Inggris mengembalikan Hong Kong kepada China pada 1997.

Dengan demikian, Hong Kong tidak lagi menikmati perdagangan AS dan hak istimewa komersial. Selain itu, pejabat tertentu di Hong Kong telah terkena sanksi AS atas tindakan mereka dalam menindak demokrasi.

Tujuh pejabat yang menjadi sasaran sanksi AS adalah Chen Dong, He Jing, Lu Xinning, Qiu Hong, Tan Tieniu, Yang Jianping, dan Yin Zonghua. Mereka menjabat sebagai wakil direktur Kantor Penghubung Pemerintah Rakyat China dengan Pusat Daerah Administratif Khusus Hong Kong. Lembaga ini dituduh AS merusak otonomi Hong Kong.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement