REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) memberlakukan sanksi baru keKuba pada Jumat (30/7). Sanksi ditujukan kepada institusi kepolisian dan dua pemimpinnya
Departemen Keuangan AS mengungkapkan, sanksi itu dijatuhkan sebagai respons atas tindakan otoritas Kuba dalam menekan aksi protes damai dan pro-demokrasi yang dimulai pada 11 Juli lalu.
“Akan ada lebih banyak lagi (sanksi), kecuali terdapat beberapa perubahan drastis di Kuba, yang tidak saya antisipasi,” kata Presiden AS Joe Biden dalam pertemuan dengan para pemimpin Kuba-Amerika di Gedung Putih.
Pertemuan tersebut berlangsung saat komunitas politik di AS menyerukan lebih banyak dukungan untuk aksi protes di Kuba. “AS mengambil tindakan bersama untuk mendukung perjuangan rakyat Kuba,” ujar Biden.
Biden mengungkapkan, dia telah meminta Departemen Keuangan dan Departemen Luar Negeri memikirkan cara bagaimana transaksi pembayaran atau pengiriman uang dari AS ke Kuba dapat tetap berjalan. Namun hal itu jangan sampai menguntungkan pemerintah Kuba. Biden memberi waktu sebulan bagi kedua departemen untuk menyerahkan laporan perihal perintahnya.
Menurut seorang pejabat pemerintah AS, Biden juga berencana menyediakan komunikasi nirkabel ke Kuba. Ia pun hendak menambah staf kedutaan AS di Havana.
Kuba dilanda gelombang demonstrasi sejak awal bulan ini. Ribuan warga turun ke jalan untuk mengkritik dan memprotes pemburukan ekonomi. Mereka pun menyoroti kekurangan bahan pokok, pembatasan kebebasan sipil, dan penanganan pandemi Covid-19.
Tahun lalu, Kuba berhasil menangani wabah Covid-19. Namun kini, negara tersebut sedang menghadapi lonjakan kasus baru. Terkait gelombang demonstrasi, Pemerintah Kuba telah menuding AS sebagai dalang atau pihak yang menunggangi aksi tersebut.
Menurut Kuba, embargo AS yang telah diterapkan selama beberapa dekade juga telah memicu kesulitan ekonomi di sana. Sementara kalangan kritikus menilai, krisis ekonomi di Kuba sebagian besar disebabkan oleh inefisiensi sistem yang dikelola negara.