REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Masih dihantui krisis pengungsi Suriah 2015 yang dipicu perang Suriah, pemimpin-pemimpin Eropa berusaha menghindari gelombang pengungsi dan imigran skala besar dari Afghanistan kecuali bagi mereka yang membantu pasukan Barat dalam perang 20 tahun di negara itu.
Eropa memberi pesan yang jelas bagi rakyat Afghanistan, bila mereka hendak mengungsi, mereka harus pergi ke negara tetangga bukan ke Eropa.
"Harus menjadi tujuan kami mempertahankan mayoritas orang di kawasan," kata Menteri Dalam negeri Austria Karl Nehammer pekan lalu.
Pernyataan tersebut diamini banyak pemimpin-pemimpin Eropa lainnya, berdasarkan memo diplomatik Jerman yang dilihat kantor berita The Associated Press. Pada rapat pekan lalu, pejabat Uni Eropa mengatakan ke menteri-menteri dalam negeri negara anggota, pelajaran terpenting yang dapat dipetik dari 2015 adalah tidak meninggalkan rakyat Afghanistan sendiri dan tanpa bantuan kemanusiaan darurat, mereka akan mulai bergerak.
Pada Senin (23/8), Aljazirah melaporkan Austria salah satu negara yang anti-imigran di Eropa menyarankan pembentukan 'pusat imigrasi' di negara-negara tetangga Afghanistan. Sehingga, Uni Eropa dapat mendeportasi warga Afghanistan yang ditolak suakanya tanpa memulangkan ke negara asal.
Baca juga : Wanita Afghanistan Melahirkan di Atas Pesawat Evakuasi AS
Rekaman video yang memperlihatkan orang Afghanistan bergelantungan saat pesawat lepas landas di bandara Kabul memperdalam kegelisahan Eropa mengenai krisis pengungsi. Amerika Serikat dan sekutu NATO berusaha mengevakuasi ribuan rakyat Afghanistan yang takut dihukum Taliban karena bekerja untuk pasukan Barat.
Namun, warga Afghanistan lainnya tidak menerima sambutan yang sama. Jerman, negara Barat yang menerima paling banyak pengungsi Suriah pun mengirimkan sinyal yang berbeda kali ini.