Pada Jumat (20/8), Jaksa Agung Juan Lanchipa mengumumkan tuduhan genosida terhadap Anez atas dua insiden pada November 2019. Ketika itu total 22 orang tewas dalam bentrokan dengan polisi. Para korban yang tewas adalah pendukung Morales. Selain itu, Anez juga menghadapi tuduhan terorisme, hasutan, dan konspirasi.
"Insiden itu diklasifikasikan sebagai genosida, cedera serius dan ringan dan cedera diikuti dengan kematian," ujar dakwaan yang tertera dalam dokumen.
Oposisi Bolivia menyesalkan perlakuan pemerintah terhadap Anez, dan menyerukan pembebasannya. Mantan Presiden sentris Carlos Mesa menuntut diakhirinya pemenjaraan politik dan meminta penyelidikan independen atas kondisi Anez.
Keluarga Anez telah berulang kali meminta pemerintah agar memindahkannya ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan hipertensi dan kondisi medis lainnya.
Anez yang konservatif berkuasa pada November 2019, setelah Morales mengundurkan diri dan melarikan diri dari Bolivia. Morales mundur setelah aksi protes yang berlangsung selama berminggu-minggu dan diwarnai kekerasan. Protes tersebut terkait dengan kemenangan Morales dalam pemilu yang kontroversial untuk masa jabatan keempat yang tidak sesuai dengan konstitusi.
Pada saat itu, Anez dilantik sebagai presiden sementara. Tetapi lawan politiknya menilai pelantikan Anez sebagai kudeta. Di bawah pemerintahan Anez, Bolivia mengadakan pemilihan umum yang damai dan transparan pada Oktober 2020. Dalam pemilu tersebut anak didik Morales, Luis Arce, menang telak.
Arce kemudian berjanji untuk mengejar mereka yang dituduh melakukan kudeta.Oposisi Bolivia telah mengecam kurangnya pemisahan kekuasaan di negara itu. Mereka mengatakan, pengadilan, badan pemilihan dan kantor kejaksaan adalah loyalis Arce.