REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kelompok masyarakat sipil mencatat 1.013 orang tewas sejak militer melakukan kudeta di Myanmar pada 1 Februari hingga Senin (23/8).
Berdasarkan laporan Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP), korban tewas bertambah empat orang asal Negara Bagian Shan, Magway, dan Sagaing. Seorang guru sekolah dasar bernama Soe Lwin Lwin terpapar Covid-19 saat ditahan di Penjara Taung Lay Lone (Nyaung Shwe), Negara Bagian Shan, kemudian meninggal pada 22 Agustus.
Soe Lwin Lwin sebelumnya ditangkap secara sewenang-wenang oleh junta teroris, dan terlibat dalam Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM). Pasukan junta, kata AAPP, menyerbu dan melepaskan tembakan di Desa Hinthar, Kotapraja Yesagyo, Magway, pada Minggu kemarin, setelah menerima informasi dari administrator desa yang ditunjuk junta.
Berdasarkan keterangan AAPP, lima penduduk desa ditembak sebagai upaya melakukan penangkapan. Salah satu warga di antaranya, Chit Ye Yint, tewas tertembak di bagian dahi.
AAPP sekaligus melaporkan pasukan junta yang sedang berpatroli di Kotapraja Khin-u, Sagaing, menembak Maung Aye dan Nweat Nweat Aye hingga tewas pada 21 Agustus. Menurut AAPP, pasangan suami istri tersebut sedang pulang ke rumah menggunakan sepeda motor setelah berjualan hasil pertanian.
“Dilaporkan bahwa Maung Aye tertembak di kepala dan Nweat Nweat tertembak di perut,” ungkap AAPP dalam keterangannya, Senin malam.
Data AAPP menunjukkan 5.821 orang masih ditahan hingga 23 Agustus, di mana 255 di antaranya dijatuhi hukuman secara langsung. Myanmar diguncang kudeta sejak 1 Februari di mana militer menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi. Militer berdalih pemilu yang mengantarkan Suu Kyi terpilih dengan suara terbanyak penuh kecurangan.