REPUBLIKA.CO.ID, TRENTON -- Kanada akan tetap berada di Afghanistan meskipun lewat dari tenggat waktu yang ditetapkan oleh Amerika Serikat, pada 31 Agustus.
"Jika memungkinkan, kami akan terus bekerja setiap hari untuk mengevakuasi sebanyak mungkin orang bersama sekutu kami," kata Perdana Menteri Justin Trudeau, Selasa (24/8).
"Komitmen sesama negara G7 jelas, kita semua akan bekerja sama untuk menyelamatkan sebanyak mungkin orang," kata dia.
Pernyataan itu muncul meskipun Presiden AS Joe Biden menolak mempertahankan pasukan Amerika di daerah yang terkepung setelah akhir bulan ini. Amerika sejauh ini memiliki personel militer paling banyak di Afghanistan, sementara negara-negara lain bergantung pada kehadiran AS.
Sejak pekan lalu, kekacauan terjadi di bandara Kabul ketika orang-orang berlomba-lomba melarikan diri ke luar dari Afghanistan. Beberapa negara G7, termasuk Prancis dan Inggris, mendorong AS untuk memperpanjang tenggat waktu karena kemajuan pesat Taliban dalam mengambil alih kekuasaan di negara itu. Namun, presiden AS bersikeras untuk menepati kesepakatannya dengan Taliban, bahwa AS akan keluar dari Afghanistan paling lambat 31 Agustus.
Baca juga : Taliban Kembali Singgung Osama bin Laden di Serangan 9/11
Trudeau mengatakan pengambilalihan kekuasan oleh Taliban berarti mengevaluasi bantuan Kanada ke Afghanistan.
"Dengan Taliban mengendalikan negara itu, bantuan, investasi, dan lembaga reguler kami perlu ditinjau untuk memastikan kami tidak mendukung Taliban,"
Sejauh ini, ribuan orang telah dievakuasi dari Afghanistan. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan Turki telah menerbangkan sekitar 550 warga Afghanistan sejak pekan lalu.
Hingga 23 Agustus, AS telah mengevakuasi 48.000 orang. "Pada Senin, Kanada menerbangkan 500 orang," ungkap Menteri Pertahanan Kanada Harjit Sajjan.