REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Menteri Negara bidang Luar Negeri Australia Marise Payne mengatakan ada ancaman serangan teroris tingkat tinggi di dekat bandara Kabul. Canberra meminta warganya dan mereka yang memiliki visa Australia untuk meninggalkan bandara.
Selama satu pekan ini Australia mengevakuasi warga negaranya dan orang yang memiliki visa Australia dari Kabul. Sebelumnya, Canberra meminta warganya datang ke bandara untuk dibawa pulang ke negara asal.
Pada Rabu (25/8) malam, Australia mengubah saran mereka dan meminta warganya meninggalkan bandara. Payne mengatakan perubahan tersebut berdasarkan ancaman serangan.
"Ada ancaman serangan teroris sedang berlangsung dan sangat tinggi," kata Payne di Canberra, Kamis (26/8).
Peringatan itu mendorong risiko sejumlah warga Afghanistan yang memiliki visa Australia tertinggal, saat Canberra siap mengakhiri program evakuasinya.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison yang sebelumnya mengatakan tampaknya Negeri Kanguru tidak dapat mengevakuasi semua orang, menolak untuk berkomentar saat ditanya apakah Australia melanjutkan penerbangan hingga 31 Agustus, tenggat waktu mundurnya pasukan asing dari Afghanistan.
Taliban sudah menegaskan tenggat waktu tersebut harus dipenuhi. Morrison mengatakan saat ini, Australia sudah mengevakuasi sekitar 4.000 orang dari Afghanistan sekitar 1.200 sedang dalam perjalanan.
Morrison mengatakan sebagian besar warga bertahan di Uni Emirat Arab. Sementara, 639 orang dievakuasi ke Australia.
Australia turut ambil bagian dalam pasukan internasional yang dipimpin NATO dalam pertempuran melawan Taliban. Setelah milisi bersenjata itu digulingkan pada 2001 pasukan Negeri Kanguru juga melatih pasukan Afghanistan selama bertahun-tahun.
Lebih dari 39 ribu personel militer Australia ditugaskan di Afghanistan. Sebanyak 41 orang tewas di sana.