Senin 06 Sep 2021 21:16 WIB

Pelaku Teror 9/11 Disebut Terima Dukungan dari Saudi

Mantan agen FBI mengungkap keterlibatan Arab Saudi dalam tragedi 9/11

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
 Petugas pemadam kebakaran dan penyelamat mencari di antara puing-puing World Trade Center di New York, AS, 13 September 2001 (diterbitkan kembali 03 September 2021). Pada tanggal 11 September 2001, selama serangkaian serangan teror terkoordinasi menggunakan pesawat yang dibajak, dua pesawat diterbangkan ke menara kembar World Trade Center yang menyebabkan runtuhnya kedua menara. Pesawat ketiga menargetkan Pentagon dan pesawat keempat menuju Washington, DC akhirnya menabrak sebuah lapangan. Peringatan 20 tahun serangan teroris terburuk di tanah AS akan diperingati pada 11 September 2021.
Foto: EPA-EFE/BETH A. KEISER
Petugas pemadam kebakaran dan penyelamat mencari di antara puing-puing World Trade Center di New York, AS, 13 September 2001 (diterbitkan kembali 03 September 2021). Pada tanggal 11 September 2001, selama serangkaian serangan teror terkoordinasi menggunakan pesawat yang dibajak, dua pesawat diterbangkan ke menara kembar World Trade Center yang menyebabkan runtuhnya kedua menara. Pesawat ketiga menargetkan Pentagon dan pesawat keempat menuju Washington, DC akhirnya menabrak sebuah lapangan. Peringatan 20 tahun serangan teroris terburuk di tanah AS akan diperingati pada 11 September 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Setidaknya dua dari 19 orang yang membajak pesawat pada 11 September 2001 menerima bantuan dan dukungan dari jaringan Arab Saudi yang berbasis di Amerika Serikat (AS). Hal ini diungkapkan oleh mantan agen FBI, Danny Gonzalez.

Gonzalez bekerja pada 'Operation Encore', yaitu sebuah penyelidikan intelijen FBI yang dibentuk pada pertengahan 2000-an untuk menyelidiki kegiatan sebelum pembajakan pesawat. Dua pelaku pembajakan pesawat dalam insiden 9/11, Nawaf al-Hazmi dan Khalid al-Mihdhar yang tinggal di San Diego, mengatakan kepada CBS News bahwa 19 pembajak tidak dapat melakukan 3.000 pembunuhan massal seorang diri.

Baca Juga

Menurut Gonzalez, sejumlah warga negara Saudi, termasuk Omar al-Bayoumi, seorang tersangka agen intelijen Saudi, telah membantu Hazmi dan Mihdhar. Bayoumi diduga bertemu dengan mereka di sebuah restoran di Los Angeles dan mendesak mereka untuk pindah ke San Diego.  

Gonzales mengatakan Bayoumi membantu Hazmi dan Mihdhar menemukan apartemen dan membuka rekening bank, termasuk berlatih menerbangkan pesawat di sekolah penerbangan terdekat. Hazmi dan Mihdhar menjadi dua dari lima teroris yang menerbangkan pesawat ke Pentagon.

Mantan agen FBI lainnya, Ken Williams, memperingatkan atasannya dalam sebuah memo menjelang 9/11. Williams mengatakan para pembajak mengambil kursus penerbangan di Arizona.

“Buktinya ada. Saya telah melihatnya. Namun saya tidak bisa menjelaskan secara spesifik karena perintah perlindungan," kata Williams dilansir Sputnik News, Senin (6/9).

Kedua mantan agen tersebut bersikeras pemahaman orang Amerika tentang peristiwa 9/11 akan berubah jika catatan Operasi Encore diizinkan untuk dirilis. Kutipan dari memo FBI yang telah banyak disunting mengungkapkan kemungkinan keterlibatan pemerintah Saudi dalam peristiwa 9/11.

Arab Saudi telah menyangkal keterlibatan dalam serangan 9/11. Selain itu, Bayoumi telah mengklaim pertemuannya dengan Hazmi dan Mihdhar hanya kebetulan. Bayoumi membantu mereka sebagai sesama Muslim yang membutuhkan.

Laporan Komisi 9/11 yang dirilis pada 2004 membebaskan Bayoumi dari segala kesalahan. Bayoumi dibebaskan karena tidak ada bukti kredibel yang menunjukkan dia secara sadar mendukung atau membantu kelompok-kelompok ekstremis.

Pada Jumat (3/9), Gedung Putih mengumumkan mereka akan memulai proses untuk meninjau dokumen yang masih dirahasiakan terkait dengan serangan 9/11, termasuk kemungkinan deklasifikasi. Dokumen itu akan dirilis pada akhir tahun.

Tinjauan tersebut dilakukan di tengah meningkatnya tekanan keluarga korban 9/11 yang menuntut pemerintah Saudi atas dugaan keterlibatan dalam aksi teror. Mereka juga menuntut agar presiden melakukan sesuatu menjelang peringatan 20 tahun serangan 9/11.

Pada 2020, Departemen Luar Negeri membenarkan AS menahan rilis dokumen yang terkait dengan kemungkinan peran Arab Saudi dalam 9/11. Pemerintah AS mengklaim pelepasan informasi dapat mengungkap rahasia negara.

“Informasi ini harus dilindungi karena apabila diungkapkan maka akan menyebabkan kerusakan serius. Dalam banyak kasus terjadi kerusakan yang sangat parah terhadap keamanan nasional Amerika Serikat,” kata Direktur Intelijen Nasional Richard Grenell saat itu.

Hampir 3.000 orang tewas pada insiden 9/11 di Manhattan, di Pentagon, dan di sebuah lapangan di Pennsylvania. Ribuan petugas, termasuk polisi, pemadam kebakaran, petugas kebersihan, dan warga New York ingin membantu dalam operasi penyelamatan dan pembersihan. Namun sebagian besar dari mereka telah meninggal karena kanker dan penyakit lain yang disebabkan oleh debu beracun serta kontaminasi lainnya di Ground Zero setelah runtuhnya Twin Tower.

Sebanyak 19 pembajak, termasuk lima belas warga negara Saudi, dua warga Uni Emirat Arab, satu warga Lebanon, dan satu warga Mesir harus bertanggung jawab atas serangan itu. Pemimpin Alqaeda Osama bin Laden, didakwa sebagai perencana serangan 9/11 dari sebuah gua di Afghanistan. 

Dalam tiga tahun pertama setelah serangan 9/11, Osama bin Laden membantah terlibat dalam aksi teror. Namun, sejak 2004 dan seterusnya, kelompok jihadis mulai mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Klaim mereka disampaikan dalam rekaman yang dirilis ke media dunia.  

AS dan sekutu NATO menginvasi Afghanistan pada akhir 2001 setelah Taliban menolak untuk menyerahkan Osama bin Laden. Osama bin Laden dilaporkan tewas dalam serangan oleh Tim SEAL AS di sebuah di Abbottabad, Pakistan pada Mei 2011.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement