Rabu 08 Sep 2021 04:55 WIB

Sistem Data Peninggalan AS Bisa Disalahgunakan Taliban

Setelah AS dan NATO tinggalkan Afghanistan, peralatan digital jatuh ke tangan Taliban

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
 Pasukan Taliban berkumpul untuk merayakan penarikan pasukan AS di Kandahar, Afghanistan. Setelah AS dan NATO tinggalkan Afghanistan, peralatan digital jatuh ke tangan Taliban.
Foto:

Kepala Insinyur di kantor manajemen proyek biometrik Pentagon, William Graves, menuturkan sebelum pasukan AS meninggalkan Afghanistan seluruh basis data telah dihapus. Selain itu, data yang dikumpulkan dari telekomunikasi dan penyadapan internet sejak 2001 oleh badan intelijen Afghanistan juga telah dihapus.

Di antara basis data penting yang tersisa adalah Sistem Informasi Manajemen Keuangan Afghanistan. Sistem tersebut menyimpan rincian ekstensif tentang kontraktor asing. Termasuk basis data Kementerian Ekonomi yang mengumpulkan semua sumber pendanaan lembaga pembangunan dan bantuan internasional.

Kemudian ada data pemindaian iris mata dan sidik jari sekitar sembilan juta warga Afghanistan yang dikendalikan oleh Badan Statistik dan Informasi Nasional. Pemindaian biometrik diperlukan untuk mendapatkan paspor, SIM, dan mengikuti ujian masuk pegawai negeri atau universitas.

Organisasi bantuan Barat yang dipimpin oleh Bank Dunia mengapresiasi penggunaan data untuk memberdayakan perempuan. Terutama dalam mendaftarkan kepemilikan tanah dan memperoleh pinjaman bank. Badan tersebut berupaya membuat ID nasional elektronik yang dikenal sebagai e-Tazkira. Namun proyek ini belum selesai. Sistem tersebut sedikit meniru ID nasional Aadhaar India, yang diaktifkan secara biometrik.

Hingga kini, belum diketahui apakah basis data pendaftaran pemilih berada di tangan Taliban. Cetakan lengkap data pemilih dibuat selama pemilihan presiden 2019. Catatan biometrik yang saat itu digunakan untuk verifikasi pemilih telah disimpan oleh penyedia teknologi Jerman. Setelah pemilihan parlemen Afghanistan 2018, sekitar 5.000 perangkat biometrik portabel yang digunakan untuk verifikasi hilang secara misterius.

Pada 3 Agustus, sebuah situs web pemerintah mengungkapkan pencapaian digital Presiden Ashraf Ghani. Situs web tersebut mengatakan informasi biometrik semua pegawai negeri sipil dari setiap sudut negara akan memungkinkan mereka untuk dihubungkan di bawah satu payung. Termasuk dengan bank dan operator seluler untuk pembayaran elektronik.  

Aglomerasi sentral dari data pribadi tersebut membuat 37 kelompok kebebasan sipil digital khawatir.

Kelompok kebebasan sipil digital menandatangani surat pada 25 Agustus yang menyerukan penutupan dan penghapusan data secara mendesak. Surat itu mengatakan rezim otoriter telah mengeksploitasi data untuk menargetkan orang-orang yang rentan.  

 

Profesor Universitas Boston dan mantan perwira CIA, John Woodward, khawatir badan-badan intelijen yang memusuhi Amerika Serikat mendapatkan akses ke kumpulan data tersebut. Woodward merupakan pelopor pengumpulan data biometrik Pentagon.

 

"ISI (Intelijen Pakistan) akan tertarik mengetahui siapa yang bekerja untuk Amerika,” kata Woodward.

Woodward menambahkan China, Rusia, dan Iran memiliki agenda mereka sendiri. Agen mereka memiliki kemampuan teknis untuk membobol database yang dilindungi kata sandi.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement