Senin 13 Sep 2021 17:40 WIB

Eks Bos Mossad: AS tak akan Dapat Tinggalkan Timteng

Timur Tengah dinilai tak akan membiarkan AS pergi.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
 FILE - Dalam file foto 28 Januari 2012 ini, tentara AS, bagian dari Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berpatroli di barat Kabul, Afghanistan. Ketika Amerika Serikat mengakhiri perang hampir 20 tahun di Afghanistan dan ketika Taliban merebut kembali sebagian besar negara itu, orang Amerika bertanya apakah perang terpanjang dalam sejarah mereka sepadan dengan biayanya.
Foto: AP/Hoshang Hashimi, File
FILE - Dalam file foto 28 Januari 2012 ini, tentara AS, bagian dari Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berpatroli di barat Kabul, Afghanistan. Ketika Amerika Serikat mengakhiri perang hampir 20 tahun di Afghanistan dan ketika Taliban merebut kembali sebagian besar negara itu, orang Amerika bertanya apakah perang terpanjang dalam sejarah mereka sepadan dengan biayanya.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Mantan kepala Mossad Shabtai Shavit menyatakan, Amerika Serikat (AS) tidak akan dapat meninggalkan Timur Tengah bahkan jika itu tujuan yang digaungkan pemerintahan Presiden Joe Biden. Peristiwa dan krisis Timur Tengah memiliki posisinya sendiri untuk Washington.

Shavit menilai, banyak pihak di pemerintahan AS telah berbicara tentang menarik diri dari Timur Tengah jika AS ingin menjadi paling unggul. Namun tetap saja, AS tidak bisa pergi. AS akan tetap bertahan di wilayah tersebut. "Timur Tengah tidak akan membiarkan Anda pergi," katanya.

Baca Juga

Pandangan Shavit sangat kontras dengan beberapa pihak lain, seperti mantan kepala intelijen IDF Mayjen Aharon Zeevi Farkash dan mantan direktur Shin Bet Yaakov Peri. Kedua tokoh ini menilai AS sedang bergerak semakin mengurangi keterlibatannya di Timur Tengah.

"Semua orang di Timur Tengah sedang menunggu AS pergi,” kata Farkash, menunjukkan bahwa AS telah mengurangi perannya di Suriah, Arab Saudi, dan di tempat lain di kawasan itu.

Farkash melihat, Afghanistan adalah kelanjutan dramatis dari kebijakan global AS dalam penarikan, baik dari Timur Tengah atau di tempat lain. Peri setuju dengan Farkash, dia menilai penarikan Barat pada umumnya dan AS secara khusus dari masalah keamanan global di luar lingkup pengaruh mereka yang lebih dekat mendorong kelompok teror untuk lebih agresif.

Mantan direktur Mossad Efraim Halevy mengatakan, AS tidak tahu yang akan dilakukannya. "Dia tidak tertarik pada Timur Tengah, tetapi pada isu-isu global, tetapi pada saat yang sama, AS tidak akan terburu-buru keluar dari kawasan itu," katanya.

Secara garis besar, para kepala intelijen Israel sepakat, penarikan AS dari Afghanistan telah memperkuat kepercayaan Hamas dan Hizbullah dalam konflik dengan Israel. Mereka melihat Israel perlu melakukan pukulan besar ke Gaza untuk membalas pencegahan dan menghentikan Hamas meluncurkan serangan roket dan perang.

Tapi, Israel pun dinilai perlu berdialog dengan Hamas, mengakui bahwa kelompok itu telah memerintah Gaza selama 14 tahun. Israel dan Palestina harus mencapai pemahaman jangka panjang bahkan jika mereka lebih suka Hamas menghilang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement